Friday, 17 July 2015

Ramadhan terindah

BE GRATEFUL, MY DEAR !

Bisa jadi ya ... tahun ini yang baru berjalan hingga bulan ke - 7, pun belum habis, merupakan tahun yang luar biasa buat daku. Daku sangat bersyukur dengan karunia Allah yang begitu berlimpah kepadaku hingga saat ini. Daku masih sehat, punya kerjaan, bisa sekolah lagi - yang sebenernya sama sekali ga urgent dan ga diperluin sama sekali kecuali have fun in a positive way aja, kucing daku sehat2, teman2ku baik2, duit cukup, jauh dari dukup mungkin ya, susah ngukurnya, KPR belum lunas (hahaha), dan banyak hal lagi yang daku ga ngerti lagi, "... maka nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan ?"  - QS. Ar - Rahman,  masya Allah ... Dan hal terbesar adalah nikmat Islam yang luar biasa yang senantiasa Allah jagakan untuk daku .... Subhanallah ....

Malam terakhir Ramadhan 1436 H, daku sesenggukan, memberatkan kepergiannya ... Walaupun sungguh sangat berat mengisinya dengan segala kebaikan ibadah, namun begitu tiba saatnya Ramadhan itu di penghujung waktunya, daku hanya bisa speechless, kecuali menangisi dengan rasa sedih yang teramat dalam ....

Masya Allah, Ramadhan tahun ini sungguh luar biasa. alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah ... Sesungguhnya daku ingin berbagi banyak hal, tapi tidak sampai hati daku berkisahnya ... Saat ini saja, saat menuliskannya sambil berkias-kias, air mata sudah menggenang ....

Berbilang bulan daku sholat di atas kasur, sesekali berdiri, dan ekstra tenaga sehingga harus ngos2an tiap kali berdiri dari sujud dan tiap kali membaca al Fatihah setelahnya. Berjuang sekuat tenaga agar tidak berurai air mata setiap kali menghadapkan diri kepada Sang Khalik, bukan karena apa ... menangis itu melelahkan dan membuat daku pusing kepala. Setiap kali sesenggukan selama di rumah sakit sepuluh hari di awal Mei lalu, tensi daku bisa 177/110. Stressful banget berarti kan ... ? Padahal normally tensiku itu 90/70, 100/80, atau 110/90 kalau kurang istirahat. Bahkan daku donor darah dengan tensi 90/70, karena memang itulah kondisi normalku. Jadi, itulah sebabnya daku menghindari menangis, karena 120 saja tensiku daku sudah pusing ....

Jadi gimana ya, hal yang demikian layaknya memang tidak untuk dibagi karena akan mengurangi pahala. Maka bacalah kisah2 konyol daku seputaran dokter ganteng yang daku taksir mpe berdarah2 itu, selama 3 bulan terkahir. Yang selain itu, ga ada ya ? Hahaha ... bingung juga berbaginya perihal urusan lainnya ....

Berkeluh kesah, ga baik juga. Berkonyol2, masih bolehlah buat menghibur diri, ya gak ?


JARANG BANGET NONTON TV

Nyaris tiga bulan di rumah, daku asli jarang banget nonton tv. Daku juga heran kenapa ? Ga sempat atau apa ya ? Perasaan sibuk aja. Selain sibuk mengerjakan tugas2, presentasi, UTS dan UAS kuliah, daku juga mesti therapy kan. Untuk urusan kuliah, untuk garap semua tugas dan ujian itu kan daku harus belajar kan ya, nah itu nyita waktu banget baca literature.

Sementara untuk therapy, minimal 3 jam stay di rumah sakit, mempersiapkan diri 2 jam sebelumnya, maklum slow motion, mpe rumah sebentar kadang masih lanjut les piano. Habis juga ternyata waktunya ....

Sementara urusan rumah ga kalah banyak. Secara ga ada pembantu, nyapu sendiri, ngepel sendiri (biar kata pincang juga), nyuci sendiri naik turun lantai 2, masak sendiri, cuci piring, nyapu halaman yang lumayan yesss ... ngurus cemeng 11 ekor, banyak kan kerjaannya ?

Jadi menyadari Allah masih memberikan daku kesehatan badan, akal dan pikiran, itu hal terbesar lainnya yang daku tak habis mengerti. Kok bisa yaaaa ... ? Dengan segala hal ini, daku masih Islam, masih sholat dan puasa, subhanallah ... daku sungguh takjub menyadari, mendapati betapa Allah begitu menyayangi daku.

Daku ya, nawaitu ingin sekali berhenti kerja sudah berbilang tahunan kepengennya. Tapi masya Allah, tapi rupanya Allah belum mengijinkan. Aneh, heran, sebab fitrahnya perempuan tidak wajib mencari nafkah bahkan menafkahi dirinya sendiri, karena rizki seorang perempuan menjadi kewajiban suaminya, ayahnya, kakeknya atau saudara laki2nya.

Maka, daku, daku, daku yang tak memiliki saudara laki2, tak lagi mempunya kakek, tak mungkin juga meminta  ayah atau kerabat laki2 ayah untuk menafkahi, in shaa Allah daku sungguh dalam keadaan darurat untuk mencari nafkah dan menafkahi diriku sendiri. Jadi pasrahlah pada taqdir Allah, karena kepasrahan yang paling berat adalah menerima taqdir Allah ....

Maka Ramadhan 1436 H ini daku sungguh belajar banyak hal. Daku kembali ke titik nol. Daku sudah habis tenaga dan tak mungkin lagi mengupayakan apa2 dengan logika, terlebih dengan keterbatasanku ini, bahkan untuk mengurus kebutuhan daku yang paling mendasar, untuk pipis saja daku harus dibantu orang lain, maka tiada lain yang dapat daku lakukan selain ikhlas dan memohon ridho Allah.

Sungguh, demi Allah, sakit ini, yang sesungguhnya bukan sakit penyakit, mengajarkan pelajaran hidup tentang banyak hal, manakala terjadinya bersamaan dengan sejuta urusan lain yang menguras hati hingga tidak bersisa. Maka lihatlah yang daku lakukan, menghibur diri sendiri dengan olok2 kisah yang lucu, mentertawai diri sendiri dengan hal2 yang tidak terduga yang daku temui selama ini ....

Dan melalui semua ini seorang diri, aaaaah ... ga ada yang bisa daku komentari tentang rasanya. Daku hanya berharap jangan ada orang lain yang merasakan hal serupa seperti yang daku alami dan rasakan. Namun siapalah daku ini, Allah Maha Pengatur segalanya. Karenanya, daku berharap mereka dapat melalui dengan penuh keikhlasan, keimanan dan ketakwaan. Karena hanya sabar dan sholat sebaik2nya penolongmu ... Demi Allah, hanya itu, cukup Allah sajalah sebagai penolongmu, tiada Tuhan selain Allah ....

Maka saat Ramadhan ini pergi, rasanya daku pun menjadi semakin tersendiri. Karena selama ini, Ramadhanlah yang senantiasa menemani. Jadi tatkala habis waktunya, asli daku menangisinya sebagaimana daku berpisah dengan tahajud terakhir di Masjidil Nabawi Rajab 1435 H lalu, berurai air mata penuh rasa sedih ....

Karena menjaga keimanan dan kehormatan diri tanpa Ramadhan menjadi jauh lebih berat. Menjauhkan diri dari fitnah, menjauhkan diri dari kehinaan, menjauhkan diri dari kemungkaran, di saat waktunya tidak mengkondisikan kita untuk bisa bermesraan dengan Sang Khalik seperti halnya saat Ramadhan, maka itu sungguh berat. Kini daku harus mengupayakannya lagi sendiri .... Di saat sejuta urusan menghujam bertubi2, maka sungguh dibutuhkan konsentrasi ekstra tinggi agar daku tetap istiqomah dan tawakal, dan itu sungguh ... demi Allah tidak mudah ....

Semoga ... demi Allah semoga ... Allah menerima amal ibadah Ramadhanku dan ridho kepada hidupku dan matiku. Sungguh daku sudah tak tahu lagi rasanya kecuali hanya Allah saja yang daku tahu, dengan tipisnya keimananku ini. Daku tak lagi mampu mencerna urusan dunia yang sedang menghujam daku bertubi2 tanpa ampun ini .... Atsghfirullahaladzim .... 

Tapi demi Allah, daku ikhlas, daku ridho yaa Rabb, yaa Rahman, yaa Gafar, yaa Karim, yaa Rahim ... Daku sungguh bersyukur tidak Engkau jauhkan daku dariMu. Tidak terbayang bila dengan semua hal ini daku memilih bersenang2 dan melakukan hal2 yang tidak manfaat. Naudzubillahimindalik ... Makanya, untuk yang kesekian kalinya dalam bertahun2 lamanya daku senantiasa takjub dengan taqdir Allah yang menjadikanku tetap Islam dan sehat lahir batin. Masya Allah, betapa sayangnya Allah padaku. "Maka nikmat manalagi yang engkau dustakan ...?"


No comments:

Post a Comment