Akhirnya, hari yang dinanti-nantikan itu tiba jugaaa ... setelah sejak jumat kemarin ini lutut nggejejeg (kaku) terus gegara OD therapy, pagi ini daku nemuin dokter, sesuai jadwal yang direncanakan, dengan harap2 cemas. Ngeselinnya lagi, ini lutut ya, bawaannya stress aja kalo nemuin dokter. Ga pernah dah sekali juga pergi kontrol, ini lutut dalam keadaan santai gitu, tanpa keluhan. Justru makin deket hari - H, makin kaku aja ni lutut bawaannya.
Ga lama kemudian memang ternyata si dokter nan baik hati itu masuk. Daku langsung ngucap salam, dan langsung dijawab oleh beliau sembari nyodorin tangan. Terus daku komentari, "Wah tumben membiru hari ini, biasanya memutih, Dok ..." Beliau spontan menjawab, "Iya nih, lagi galau ...." Yaelaaaah ... masa ya, dokter galau ? Apa yang digalauin ? Apa kurangnya hidupnya ? Emang gw ? Hahahaha ....
Baiknya kusebut dengan apa yang dokter yang pembawaannya tenang banget ini ? Sebutan para therapist sih, dokter mantan ganteng. Sekarang ga ganteng lagi katanya gegara rambutnya sudah mulai putih dan agak gemuk. Hehehe, buat daku sih lebih pasnya memang disebut si dokter baek hati.
Seperti yang pernah daku ceritain ya, beliau itu gaya berpakaiannya casual banget. Kegemarannya semacam celana kargo warna kakhi atau warna yg terang2 spt putih tulang atau krem berpadu hem putih dikeluarin. Hari ini beliau nge-jeans dan mengenakan hem juga warna biru, teteuuup ... dikeluarin. Hehehe ....
Gw : "Kapan mudik, Dok ? Jadinya ke Bogor dulu atau ke Bandung dulu ?" tanya daku membuka pembicaraan.
Dokter : "Tahu nih, masih galau ..."
Haiyaaaaa ... daku kira cuma jomblo ga jelas aja yang galau, ternyata dokter juga galau ... Hahahaha ... Setelah ketawa-ketiwi, giliran beliau yang bertanya,
Dokter : "Gimana, kamu kenapa ya ? Yang dioperasi kanan atau kiri ?"
Gw : "Yah, dokter ga ingat, saya kenapa. Yang kanan, Dok yang dioperasi," jawab saya setengah protes.
Dokter : "Yaaaah ... kan pasien saya banyak ..." katanya membela diri.
Gw : "Iyalah tahu, Dokter kan famous, favoritnya para therapists ..." kata saya meledek. Beliau tertawa.
Dokter : "Kapan terkahir control sama dokter ***** ? Apa katanya ?"
Gw : "Saya ga control ma dia lagi, dok. Sudah putus saya ma diaaaa ..." jelas daku sambil nunjukin potong leher. Kwkkwkwk.
Dokter : Mukanya bingung. "Coba deh tidur," pintanya sambil menunjuk ke arah kasur.
Gw : #menuju kasur sambil berceloteh panjang lebar mengenai semua keluhan yang seabreg-abreg. Jalan saya yang miringlah, kalau ditekuk saat lurus ini lutut berasa 'ngebuang' ke arah serong kanan depan (kalau istilah mobil setirnya agak semi), ga bisa tahiyat saat sholat, dll.
Dokter : "Ada selimut, sus ?" tanya beliau. Suster buka laci cari selimut.
Daku buru-buru turun kasur, ambil pashmina dusty pink lebar yang daku bawa dan tergeletak di kursi.
Dokter : "Oooh ... dia sudah bawa selimut sendiri ..." kata sang dokter tertawa.
Gw : "Tahu ga maksud saya, Dok ?"
Dokter ; "Ga," masih terduduk di kursinya, memandang daku di atas kasur dengan ekspresinya yang lucu. Ini dokter aslinya pendiam. Jadi lucu aja lihat tampang 'ga ngerti' nya. Tapakso daku jelasin ulang dari awal, mpe daku tanya lagi, "Ngerti ga, Dok maksud saya ?". Lalu beliau minta daku tunjukin seperti apa saat jalan. Daku tunjukin dah, jalan bebek daku itu, lantas beliau suruh daku naik ke atas kasur lagi.
Maka mulai deh, beliau mengobservasi lutut daku. Seperti biasa, lutut ditekuk sambil membandingkan selisih kemampuan membentuk sudut antara lutut kiri yang sehat dengan lutut kanan. Maka ditekuklah ini lutut kanan, mundur lagi, mundur lagi, mundur lagi, mpe sesek napaaas ... !!! Daku bukan meringis lagi, tapi merongooossss ... ! Sakitnya tuh di sini ... !!! #nunjuk sebadan cuii ... !
Saat lutut masih tertekuk, beliau mulai deh pencet sana, pencet sini observasi lagi lututku. Daku cuma bisa mandangin langit2 ruang poli. "Jempolnya jangan di situ dok (sakit, maksudnya)," saya mulai rewel, dan beliau pun melepaskan jempolnya. "Yang ini sakit ga ? Yang ini, yang ini, yang ini ? Lebih sakit yang tadi apa yang ini? " terus aja beliau tul, tul, tul lutut daku, sementara daku tinggal bilang deh yang itu sakit yang itu ga, yang itu sakit, yang itu sakit banget, dst.
Lalu beliau meluruskan kaki daku, seperti biasanya beliau menelungkupkan kedua telapak tangannya di atas lututku. Biasanya beliau cek suhu lutut. Namun kali ini agak lama, dan beliau, daku rasa, asli daku rasa, beliau berdoa sih ... Entah ya, tp ruang klinik jadi hening sekali. Karena beliau terlihat kusyu' begitu seperti bukan sekedar mengobservasi. Daku langsung juga berdoa dalam hati. Asli ... ! Senyap banget. Kita berdua sama-sama diam, tapi daku asli berdoa banyak dalam hati.
Kelar itu beliau ga komentar apa2, cuma diam saja ... Dan, setelah daku ingat2 flashback ke belakang, sepertinya ini adalah kebiasaan beliau deh .... Wallahualam ya.
Lalu, daku kembali ke kursi mengikuti beliau. Berhadap2an, beliau mulai bicara dengan tenang dan perlahan.
Dokter : "Firlly, kasus kamu ini memang sangat lambat. Karena toleransi tiap orang terhadap rasa sakit itu beda2," katanya.
Gw : "Cengeng dunk saya dok," sergah daku buru2.
Dokter : "Saya tidak bilang begitu. Karena kharakter tiap orang tidak sama. Bukan kharakter personalnya, tapi kharakter ..."
Gw : "Tubuhnya ..."
Dokter : "Kharakter tubuhnya tidak sama. Ada yang toleransinya terhadap rasa sakit, sensitive sekali. Ada pasien saya yang lain juga seperti kamu. Jadi kamu tetap semangat untuk sehat," katanya tenang terlihat banget berusaha agar daku tidak putus asa. Beliau ini kalau bicara heart to heart ya ? Kalau ada suster masuk, beliau akan diam dulu bicaranya.
Daku diam saja. Tiba-tiba suster poli seberang masuk, "Dok, itu (whatever) nya berapa cc ?" tanyanya. Sang dokter menundukkan kepala menutup mata sambil tangannya kucek2 di sana. Akhirnya beliau berdiri dan meninggalkan ruangan. "Sebentar ya, Firlly ..." katanya. "It's okay, Doc !" jawab saya.
Beberapa menit beliau kembali bersama seseorang, yang membawa bungkusan. Ngobrol sebentar mereka, "Iya ga apa, Dok," spontan saya memberi waktu kepada beliau dengan tamunya mengurus bungkusan yang tampaknya obat mahal gitu. Akhirnya tamunya pulang, beliau duduk lagi depan saya. "Sampai mana kita tadi ?" tanyanya. Kwkwkwkwkwk ... Lucu sumpah nih dokter. Hahaha ....
Ya gitu deh, konsulnya. Kelar urusan, lalu daku menyampaikan buah tangan untuk beliau, dua buah buku bacaan disertai sebuah kartu ucapan terima kasih dengan pita besar warna gold yang daku siapkan sendiri sejak semalam.
Gw : "Doc, this is just a small thing. I would like to express my thankful for having a doctor like you ..." daku serahkan dua buah buku mengenai "Kebiasaan Rasulullah" dan "Sejarah Kabah" kepada beliau.
Dokter : "This is not a small thing, this is a lot." katanya. Kedua tangan beliau menyambut dengan senang buah tangan itu. "Boleh dibuka ?" tanyanya.
Gw : "Silakan, Doc. I was trying to get a simple book 'cos I know you will not have a lot of time to read a book ..." saya menjelaskan.
Dokter : Tersenyum sambil buka plastik kedua buku itu dan beliau mulai scanning, membuka lembaran2 kedua buku itu. "Terima kasih ya ? Sudah pernah ke sana ?" tanyanya menunjuk gambar Kabah ....
Terakhir, beliau buka kartu ucapannya, beliau baca, tersenyum, "Terima kasih ya," katanya. "Sama-sama, dok," jawab saya.
Lalu, laluuuuuuu ... beliau bilang gini,
Dokter : "You also have to give him ..."
Gw : "Hiiiim (si ganteng) ... ?!?!?" suara daku spontan meninggi.
Dokter : "Yes. Because, Allah sudah mengatur begini ceritanya. Bagaimanapun yang mengoperasi kamu kan dia, saya melanjutkan sesudahnya, tapi dia sudah melakukan porsinya..." katanya bijak.
Pppffffffhhh .... Honestly, daku memang sudah menyiapkan juga dua buah buku serupa, berpita gold, disertai kartu ucapan terima kasih juga serupa, untuk si ganteng, walaupun rada keder juga mo kasihinnya gimana, secaraaaaa ... susah ngejelasinnya ... ! Jadi daku cuma bisa bilang, "Okay, Doc ..." tak bersemangat. Sudah niat tapi gimanaaa ... gitcu ....
Terakhir, daku keluarkan 3 keeping CD dan daku sebar di atas meja, "Which one do you like, Doc ? Untuk nemenin dokter mudik di mobil" saya menawarkan beliau untuk memilih. Beliau terlihat surprise tapi gembira.
Semua CD itu audiophile semua. Ada album lawas (gw banget), ada Queen (favorit sejak gw umur 13 tahun) ma album kekinian (yg gw ga kenal kcl di radio), yang semuanya diaransemen ulang dan dinyanyikan bukan oleh penyanyi aslinya, cover version gitu, tapi acoustic. Keceh dah pokoknya .... Akhirnya beliau pilih yang album lawas. Sesuai dugaanku. Sebab beliau dan daku cuma beda beberapa tahun aja. Jadi, mirip lah ya seleranyaaaa ....
Gw : "Kok yang itu, Doc ? Itu kan discount 50% (tapi masih baru)"
Dokter : "Iya tapi ini ada lately - nya dll." (lagu jadul).
Gw : "Iya sih, memang itu lagunya bagus2, saya juga langsung suka saat pertama dengerin ..."
Dokter : "Terima kasih ya,"
Gw : "Sama-sama, dok"
Humble banget ya dokternya, bilang terima kasih terus ....
Kami pun akhirnya meninggalkan ruangan sama2, sbb itu ruangan asli numpang ruang praktek dokter yang lain. Daku sungguh keder aslinya. Tapi ya sudahlah.
Menuju pintu beliau berucap, "Kalau dokter ***** (si ganteng) sukanya lagu2 sekarang." Kwkwkwkwk, "Iyalah, dok, kan dia brondong banget, di bawah saya jauh umurnya, makanya sukanya lagu2 sekarang," jawab saya, kami tertawa sama2 deh ....
No comments:
Post a Comment