Friday 29 May 2015

AYO JALAN !

Setelah kencan terakhir ma si ganteng Rabu, 20 Mei 2015 lalu, asli daku sejak saat itu mendadak ga pengen ke rumah sakit gegara trauma insiden suntik sakit itu. Walhasil, Rabu berikutnya yang seharusnya daku kontrol, daku ga pergi. Jumat yang seharusnya daku terapi, daku ga terapi (daku masih punya jadwal 5x terapi lagi).

Perkaranya, setelah Rabu disuntik itu, Sabtu daku kuliah seharian sejak pagi dan pulang mpe rumah jam sembilan malam, ini kaki nekuk mulu, rupanya bikin sakit luar biasa yes ? Apalagi, Minggunya daku open house untuk teman2 komunitas si ciprat, sejak pagi sudah masak dan terima tamu hingga pukul 5 sore, serta banyak bergerak seharian, alhasil ini kaki makin rame rasanya.

Giliran ketemu Rabu lagi, daku ogah banget pergi ke rumah sakit. Aku takut ketemu dokternya, aku ga nyaman sama suasana rumah sakitnya. Asli. Padahal biasanya mo sakit model apa daku ga pernah alergi datang ke rumah sakit ini, karena memang selain nyaman, hampir seluruh petugas rumah sakit itu ramah, sehingga kita akan berasa nyaman selama berada di sana. Segitu nyamannya ini rumah sakit, sampai-sampai saya cukup sering juga datang ke sini cuma untuk hang out di kopi ijo yang mahal itu, atau makan pisang bakar ma sop buntut kesukaan di MM Juice.

Tapi insiden suntik kemarin itu, asli bikin daku ogah banget untuk datang ke rumah sakit even untuk nemuin si ganteng itu, la wong beliau yang bikin gw trauma begini. Ga pengen banget !!! Dan itu berasa sampai ini hari !

Setelah bikin janji kontrol 2x melalui telpon dan batal mulu karena daku ogah datang, akhirnya aku putusin untuk kontrol hari ini. Sembari deg-degan, daku menunggu giliran bada Jumatan. Tiba giliran, saat di pintu ruang periksa daku segera minta air putih sama suster, mukaku sudah kecut banget, sementara si ganteng, teteeep ... dengan muka tampan rupawannya memandang dengan senyum sambil kedua tangannya terlipat.

"TARGET SAYA 4 MINGGU LEPAS TONGKAT !"

Mengenakan hem hitam dan celana abu2 gelap, duduk di kursinya agak keluar dari balik meja, beliau menyambut dengan ramah. Saya masuk dan memberi salam "Assalamualaikum ..." dan beliau menjawab salam saya.

Dr   : "Gimana ?"
Gw  : "I'm so afraid to meet you, doc ..." saya setengah berbisik nyaris ga ada suaranya.
Dr   : "Duduk dulu. Sudah terapi ?" tanyanya dengan matanya yang jenaka itu sedikit menyelidik karena beliau tahu saya tidak terapi sebagaimana saya infokan kepada beliau melalui pesan singkat beberapa hari lalu.
Gw : "Ga ..."
Dr  : bla, bla, bla ...

#tahu ngomong apa'an, daku minum air putih sambil gemeteran.

Dr  : "Yuk sekarang jalan tidak pakai tongkat. Karena target saya 4 minggu sudah lepas tongkat."

OMG, sementara sejak Rabu disuntik yang traumatis itu lalu ketemu sabtu kuliah seharian mpe malam ketemu minggu open house seharian mpe sore, ini dengkul sumpah lagi ga enak-ga enaknya rasa. Sementara baru kemarin daku beli kursi roda supaya daku bisa duduk di kursi roda dan ga perlu mengayun tongkat ke mana-mana ...

Si ganteng berdiri, daku pun terpaksa berdiri ikutin perintahnya. Kedua tangan si ganteng sudah disodorin menawarkan bantuan sekiranya daku tidak yakin bisa jalan. Tapi daku tidak menyambut niat baiknya, jengah ya.

Berjalan setengah menghentak sambil kedua tangan tergenggam di depan dada, si ganteng mengingatkan agar saya tidak berjalan dengan cara seperti itu dan bertumpu pada satu kaki (kiri). "Kalau kamu tidak mencoba untuk berjalan dengan bertumpu pada dua kaki, nanti sakitnya bukan lagi pada kaki, tapi pada diri kamu (psikologis-nya mungkin kali ya maksudnya)" katanya. Mencoba mengikuti arahannya, dua kali bolak balik x 1,5 meter, berjalan di sisi meja kerjanya, akhirnya si ganteng suruh aku duduk di kasur periksa.

Beliau meminta saya duduk di bibir kasur periksa, lalu mengangkat kaki membentuk sudut tertentu. Lalu dengan tangannya beliau mulai menggerakan kaki saya untuk memastikan sudah mengalami kemajuan sejauh apa.

Nothing special, aku disuruh rebah, beliau kembali memintaku untuk menekuk sembari tidur, mengangkat kaki, dst. Terapi itu baik untuk mengembalikan fungsi otot di area paha atas dan bawah yang selama ini kendor karena tidak banyak beraktivitas.

"Oke sekarang saya lihat lututnya," katanya. Beliau lalu membuka knee brace, diikuti dengan membuka band. "Kamu sudah lihat kondisi terakhir ? Bagus, agak besar (bengkak) sedikit di sebelah sini (sisi dalam sebelah kiri), tidak apa-apa, nanti membaik. Bekas suntik kemarin juga bagus. Sekarang tidak perlu pakai band lagi. Lagi pula knee brace-nya cukup nyaman pelindung dalamnya" beliau menjelaskan. Beliau menyodorkan tangan kirinya supaya saya bisa bangun dari rebah untuk melihat kondisi lutut.

Daku lebih banyak diam, less respon. Mendokumentasi cuma 2x jepretan, selebihnya suster menawarkan diri untuk memotret, ya sudah. Sementara beliau sibuk mengencangkan ikatan knee brace. Sedikitnya aktivitas pada kaki kanan selama sebulan terakhir membuat ukuran lingkar paha hingga betis saya mengecil, tidak sama seperti kaki kiri. Itulah sebabnya, keempat kaitan knee brace perlu diperketat supaya knee brace tidak melorot saat dipakai. Berjalan tanpa tongkat, maka penyokong kaki saya kini adalah dibantu dengan knee brace ini.

Kelar dengan itu semua, kembali ke meja, diskusi 2 pertanyaan, sudah, kelar, pulang. Ga ada obat, ga tahu juga kapan suruh kontrol balik. Blank. Tiga orang suster yang nongkrongin saya selama kontrol bikin saya ill feel sumpah dan ga punya privacy sama sekali. Bukan apa-apa, kadang attitude suster ini seperti assisten rumah tangga yang kurang well mannered. Jadi mantengin yang gimana gitu. Apalagi suster terakhir yang orang sumatera, sepertinya batak, bukan rasis sumpah, tapi caranya ga pas banget sama daku yang biar seperempat menado tapi jawirnya kentel abis. Jadi rada-rada alus nih saringan, agak sensitif sama sikap suster yang tegas dan galak. Lah dokternya aja ga bawel, dianya galak bener !

Sejak minggu kemaren gw diomel2in mulu ma nih suster. Baik sih, kelar kontrol suster ini selalu antar daku ke kasir, bawain tas, ambilin nomor, dst. Tapi selama itu pula dia omel2in gw ! Sebel kan ? Dari puluhan suster yang ngerawat gw selama di rumah sakit, ga ada yg gw komplen kecuali satu yang ini. Batak banget, ga pas aja rasanya ! Dia ga tahu sih rasanya jadi orang pincang dan disuntik segitu sakitnya, traumanya, dst ! Orang kan perlu waktu untuk bisa 'ok' lagi. Sebel !

"TERUS OBATNYA MAU DIAPAIN ?"

Si ganteng sempet tanya perihal obat yang sedianya bakal disuntikin lagi. "Terus obatnya mau diapain kalau kamu ga suntik lagi ? Jadi ga mau suntik lagi ?" tanyanya. Daku cuma ngegelengin kepala. "Oh ya sudah, terserah kamu. Saya biasanya setelah operasi akan menyuntik obat itu 2x. Tapi kalau kamu ga mau ya sudah," katanya. Daku lebih banyak diam dan ga tanya apa-apa lagi.

Alhasil, kelar kontrol daku pulang ya gitu aja deh, ga hepi, dan ga terapi juga. Males. Lagi males ada di rumah sakit, lihat rumah sakit juga ogah. Honestly, banyak hal yang ingin daku tanyakan, tapi situasinya ga enak banget, suster-suster ini bikin saat periksa seperti terburu-buru dan ga nyaman. Seolah-olah sudah ngusir alus gitu. Ya sudah, pulang aja.

Sejak semula perkara mo nanya-nanya nih memang perkara susah. Waktu visit yang singkat, bikin ga sempat tanya banyak hal penting yang sebenarnya ingin saya ketahui. Belum lagi gw nya yang suka kena sawan bego saat kontrol bikin lola mikir. Buat dokternya kali sepele yes, tapi buat yang sakit kan penting. Mo' tanya directly, gw tahu banget itu mengganggu privacy, karena daku jg begitu orangnya. Ga suka ditembak langsung gitu. Asli bikin bingung. Kalaupun diem aja ga tanya, khawatir salah juga. Makanya, jangan sakiit ... jadi ga ketemu urusan yang beginian .... !!!

Met wiken ya everybody !!!

Monday 25 May 2015

BALADA BEROBAT SALAH KOSTUM


Ceritanya ....

Catatan kali ini adalah berkisah tentang pengalaman saya, suka duka saya saat berobat ke dokter di sebuah rumah sakit bereputasi baik, dekat rumah. Apapun kejadiannya, semua cerita ini bukan komplen, bukan juga marah, apalagi seriusan segala sesuatunya. Asli semua ceritanya bukan settingan, tapi ga usah diambil serius maksudnya. Rekaman kejadian-kejadian ini lebih sebagai pengalaman saja bagi saya agar memperbaiki diri. Kalau lucu dan menghibur buat yang baca ya Alhamdulillah. Kalau nyebelin dan lebay, ya mohon maaf yaaa ....

JADI ....

Ceritanya daku pergi berobat Jumat, 24 April 2015, menemui spesialis tulang (orthopaedic). Persoalannya, saat pergi berobat itu, aslinya daku sedang tidak enak badan akibat mriang sejak kamis sore. Akibatnya, Jumat pagi pun ga bisa bangun karena badan menggigil sepanjang malam, dan kepala sakit hingga pagi hari. Lantas, sakitnya meriang kenapa perginya ke orthopaedic ... ?

Nah ... berawal sejak lebaran tahun lalu, daku kan diopname tuh di Tegal, gegara tiba-tiba badan meriang, badan ngilu seluruh engselnya dan buku-buku jari tangan, kaki, pergelangan tangan & kaki lemes semua. Anehnya, kelar opname, hampir 3 (tiga) bulan setelahnya lutut kaki sebelah kanan tuh berasa sakit luar biasa. Alhasil, selama berbulan-bulan itu pula daku jadi susah sholat, susah jalan. Sholat dilakukan sembari selonjoran kaki, dan bangun dari sholat pun harus dibantu orang.

Sekarang, beberapa minggu menjelang ramadhan, daku pun jadi sedikit gusar. Pasalnya ini kaki sakitnya belum kelar juga sudah hampir setahun berjalan. Maka mumpung 'libur' (tepatnya sih karena meriang) itulah saya menyempatkan diri ke dokter spesialis tulang untuk cari tahu sakitnya apa'an ....

NORMALNYA ORANG SAKIT

Normalnya sakit ala saya itu, kalo sedang sakit ya penampakan seada-adanya. Biasanya saya rapi kalau ngantor doank, selebihnya, bakal seada-adanya, ke mall ya ga dandan yang gimana gitu. Nah, terburuk ya penampilan saya saat sakit.

Dulu, saat saya sakit kepala gara-gara sinusitis, saya pernah dilecehin dokter specialis THT dan dianggap ga mampu bayar biaya berobat, lantaran ya itu, saya menduga penampilan saya saat ke dokter super duper dekil banget. Laaaaah ... giliran ini kali ke dokter lagi, hal ini terulang lagi. Bukan dilecehinnya, tapi penampilan super duper dekilnya itu yang tak termaafkan ....

MATI GUE, SALTUM !

Singkat cerita, saya disaranin oleh klinik kantor untuk menemui orthopedist alias dokter spesialis tulang, sebut saja Dr. Fulan yang katanya praktek di rumah sakit dekat rumah. Nah, saat Jumat, 24 April saya datang mencari dokter yang dimaksud, ternyata dokter tersebut ga ada. si petugas pendaftaran bilang, adanya "Dokter Fulani". Oke deh, itu juga ga apa, jawab saya enteng. Siapapun deh dokternya, ga penting juga, lawong saya ga tahu dan ga punya referensi apa-apa tentang dunia perdokteran ....

Maka menunggu giliranlah saya untuk dipanggil. Tiba giliran saya dipanggil masuk ruang periksa, "Oh, noooooo ... ! Mati gue, gue saltum !" Sementara di hadapan saya ada seorang dokter ganteng, muda, dan asli bikin saya mati gaya. Sialnya, siang itu saya cuma pakai baju seadanya, baju jersey korea warna coklat, bukan warna gw banget, ma kerudung bodo warna gold dengan payet kampung beli di pasar (kebayang donk), plus sandal japit biru merek bata Rp. 99.000,- ! Itu pun masih ditambah dengan kebiasaan saya yang ga pernah dandan, kecuali kondangan ! Sempurna ... lengkaplah sudah !

Dan, dimulailah tanya-jawab itu, keluhan saya apa, penyebabnya apa, kapan kejadiannya, olah raga saya apa, hingga periksa fisik, kondisi lutut saya. Dan selama tanya-jawab itu, saya pun beberapa kali gelagepan ga bisa jawab lantaran gagal fokus gegara terganggu wajah gantengnya. Gini deh rekamannya ....

Dokter ganteng : "Boleh saya lihat lututnya, Bu ?" (Buseeeet, gue dipanggil "Bu")

Saya                 : "Waduh, kaki saya isinya cakaran kucing, dok ..." jawab saya bego.

Dokter ganteng : "Ga pa-pa, Bu, saya cuma mau lihat lututnya kok, bukan mau lihat kulitnya..."

Pohon toge mana pohon toge, gue mending bunuh diri deh daripada malu begini. Asal tahu aja ya, daku nih kan item asli ya, jadi kebayang dunk kakiku tuh itemnya no excuse deh. Sementara itu dokter putihnya seperti pualam. Jangan tanya halusnya itu telapak tangannya ! Daku masih bias rasakan kelembutan tangannya seperti bantalan tangan bayi ! Dan kini, daku terpaksa dengan suka rela mengangkat rok hingga di atas lutut untuk memberi kesempatan jari-jari tangan dingin si ganteng itu mengobservasi area lutut saya. Sementara itu, mata saya pun memandang tembok, hopeless tak berdaya ....

"KALO KAMU ..."

Senin, 26 April 2015, pukul 13:00 wib, berbekal hasil rongten dan MRI, saya pun kembali duduk manis menunggu giliran konsul hasil foto. Hah ... hari itu tak mau mengulangi kesalahan yang sama, daku datang agak rapihan lah. Aslinya senin tuh pakai seragam putih item. Tapi seperti biasa, saya ga pernah tuh pakai putih item, standar adalah blus putih dan rok pink, titik. Maka hari itu, saya pilih kebaya encim putih bordir baby pink berkamisol plus kain batik dililit disertai kerudung warna senada, baby pink, plus high heels stiletto kesayangan. Dan siang itu pun, beliau menyapa saya dengan "kamu" ... bukan "ibu" lagi. Hahahaha ....

Kesimpulannya, saya disarankan melakukan operasi pada selaput ligament di lutut sebab bila tidak potensi pada pengeroposan tulang secara dini. Lalu kami pun berembug soal jadwal operasi. Sementara saya terdiam beberapa saat bingung mikirin jadwal kuliah dan mobilisasi pasca operasi, saya cuma mikirin perlu operasi secepatnya, minimal Rabu, 28 April 2015. Tiba-tiba sang dokter mengusulkan, "Gimana kalau hari Rabu ?"

Tuing, tuiiiing ... "Asli dok, dari tadi saya juga mikirin hari yang sama karena saya mesti pertimbangkan jadwal kuliah" jawab saya hepi gitu. Jadilah kami sepakat operasi hari Rabu, 28 April 2015 sekitar pukul 13:00 wib.

KLEPEK-KLEPEK

Alhasil, sang dokter minta maaf karena memundurkan jadwal operasi ke hari Kamis, 29 April 2015 pukul 14:00 wib. Hikmahnya, Selasa saya masih bisa ngantor, sounding ma petugas admin kantor perihal rencana operasi saya, dan di hari Rabu saya bisa ngacir cari second opinion.

Maka di hari operasi itu, request saya, minta sebisa mungkin paramedis di ruang operasi adalah perempuan, dan minta tidak pakai kateter. Dan si ganteng bener-bener komitmen loh, penuhi requestku itu. Daku juga minta selama operasi tetap memakai pakaian dalam ! Ini dokter sungguh super sabar dan penuh pengertian ! Bukan cuma itu, daku masuk ruang operasi tetap memakai kerudung (bukan topi operasi), membawa pashmina untuk menutupi tanganku (selain selimut) dan gadget !


Jam 09:00 pagi saya pun masih di rumah dan paramedis ruang operasi sudah telpon saya bolak-balik sementara urusan rumah belum rapi. Akhirnya, persis pukul 10:00 wib saya pun tiba di meja pendaftaran rawat inap.

Seorang diri, saya masuk kamar, beberes dan mandi (lagi). Persis jam 13:00 wib, di atas kasur saya pun didorong memasuki ruang operasi, juga seorang diri, ga ada yang antar. Transit di area tunggu operasi, saya menahan kantuk sebenarnya, sehingga sempat nyaris tertidur.

Saat terkantuk-kantuk itulah, si dokter ganteng nan baek hati itu tahu-tahu sudah berdiri di samping tempat tidur. 

Dokter : Bla, bla, bla ... (menjelaskan soal operasi, seperti biasa saya gagal fokus, abai)
Saya    : "Kok ngos-ngosan, dok ? Dari mana ?"
Dokter : "Hm ... Tadi dari klinik ..." sambil badannya gerak-gerak khas orang ngos-ngosan. (Klinik adanya di lantai 1 sisi kanan tengah RS, sementara ruang operasi lantai 2 sisi kiri depan).
Saya    : "Lari, dok ?"
Dokter : "Iya ... "

Klepek-klepek deh gue keGRan ... meleleh seperti coklat .... hahahahaha ....

"YOU DECIDE ..."

Di ruang operasi, berbaju operasi warna hijau botol dan topi operasi warna biru muda plus masker, gantengnya nih dokter tetep ya kelihatan dari balik kacamata beningnya. Bulu matanya lentik bingits !

Beberapa saat menjelang operasi, sudah di atas meja operasi, kami belum juga sepakat soal anastesi. Pasalnya, saya ga mau pakai kateter. Maka amannya ya bius total. Tapi saya mau tetap lihat proses operasi melalui layar tv, sebagaimana yang diceritakan sang dokter di awal, "Kita bisa nonton bareng ... " Emang tanding bola, nobar ?

Akhirnya ....

Saya    : "You decide, doc ..."
Dokter : "Me ? Decide ?
Saya    : "Yup"

Dokter " "Okay, GA ..." katanya sambil instruksi ke dokter anastesi. "Bobo aja ya ? Nti hasilnya tetep saya ceritakan ke kamu. Deal ?" tanyanya sambil give me five, kasih lima jari tangan kanannya tanda setuju ....

Saya    : "No ..."
Dokter : "No ? Why ?"
Saya    : "Because I will not be able to see your (beautiful) face, doc. Let's make it in spinal (bius local pinggang ke bawah), doc ..."

Dokter : "Okay, spinal, ga usah pakai kateter, conditional aja ..." instruksinya ke dokter anastesi dan suster.


Dan, dokter anastesi pun menghampiri dan saya mulai memiringkan badan ke kanan untuk disuntik anastesi. Sementara itu, saya sibuk panggil-panggil lagi itu dokter, "Doc, where are you ?" Tangan saya memberi tanda agar beliau berdiri di depan saya, agar saya berasa aman. Dan beliaupun duduk di antara kedua (maaf) paha saya selama 2 (dua) jam operasi berlangsung. Dan selama operasi itu pula, sesekali tangan kanannya sibuk di lutut, sementara tangan kirinya di telapak kaki saya sibuk menggerak-gerakan untuk mendapat celah yang pas di area lutut agar beliau dapat melakukan reparasi pada bantalan, selaput ligament, (whatever) lutut saya dengan sempurna.

Di awal tayangan live operasi itu, saya sempat ga berani lihat ya, sebab banyak darah di tv nya. Jadi saya balik ke tab saya, melanjutkan membaca Ar Rahman. Lalu beliau mulai cerita ini apa, itu apa, sekarang sedang diapain, dan seterusnya, hingga kelar. "Alhamdulillah, well done, good job, doc. Thank you ..." saya berterima kasih.

HP KETINGGALAN

Sedihnya, dioperasi Kamis, sementara Jumatnya libur Mayday kan sesuatu banget. Asli, saat menentukan jadwal operasi saya tidak memperhitungkan tanggalan merah. Yang saya pikirin cuma jadwal kuliah, gimana pergi ke kampus pasca operasi dan gimana ngantornya ke karawang. Alhasil, mendapati kenyataan bahwa Jumat libur, pastinya dokter ga visit, ya sedih banget, karena ini badan rasanya ga karu-karuan. Bukan lututnya yang sakit, tapi kepala dan perutnya ....

Tiba di kamar rawat inap kelar operasi kemarin, saya sempat muntah-muntah karena saking pusing dan mualnya. Sejak di kamar operasi saya sudah berasa langit - langit ruang operasi berputar-putar. Badan saya bahkan sampai berguncang-guncang dan gigi gemrutuk karena menggigil kedinginan. Maka saat muntah-muntah di kasur, air mata bercucuran, saya pun sesenggukan ....

Sang dokter ditelpon pun tak bisa sebab ternyata HP beliau tertinggal di ruang operasi. OMG ! Nasib gue ....

Tiba-tiba, menjelang sholat Jumat beliau muncul di kamar membawa semacam deker panjang untuk di kaki. Terburu-buru, beliau mengukur deker sebelum dipasang dari paha hingga betis saya. Tak lama, beliau pergi tanpa menanyakan kondisi saya lebih detil. Iyalah, libur ....

"MAY I ... ?"

Sabtu masih pagi saat itu sekitar pukul 10:00 beliau datang. Seperti biasa, beliau selalu membiarkan perawat masuk kamar saya terlebih dulu, memberi tahu saya bahwa dokter akan visit, lalu suster keluar, barulah sang dokter masuk dengan memberi salam, "Assalamualaikum ..."

Pagi itu beliau membuka perban di lutut, membersihkan area lutut paska operasi, dan menunjukkan hasil operasi yang ternyata sangat baik dan rapi. Dua titik dengan benang menyembul warna biru telihat di sana. "I prefer to have the pink one, doc ..." ujar saya. Dan beliau pun merespon sambil tertawa, yang seperti biasa tidak saya ingat ngomong apa ....

Lalu beliau mulai mengganti plester, menutupi lutut saya lagi dengan perban, memasang deker hingga selesai. Dan sepanjang proses itu ....

Saya : "May I take a picture of you, doc ?"
Dr     : "Why ?"
Saya  : "Because you are good looking ..."
Dr     : "Ha, ha, ha ..." I think he was confused, mad, whatever, but I keep taking pictures of his beautiful face. Amazing ... !

"BUKANNYA INI MINGGU, DOK ?"

Terbiasa bangun sebelum subuh, membuat saya pun terbangun sejak pukul 03:45 wib pagi walaupun lagi tepar begini. Saya pun mandi, ganti pakaian dan sudah wangi baby cologne sajak pukul 08:00 pagi.

Hampir copot jantung saya, saat tiba-tiba sekitar pukul 09:00 saya mendengar suara bass sang dokter mendekat dan memasuki kamar saya. Dengan setelan hem biru lengan pendek agak kotak2 kecil2 dan celana abu2 gelap, tahu-tahu beliau sudah ada di depan saya. Dan saya, seperti biasa gelagepan, terkaget-kaget, ga siap.

Spontan ....

Saya : "Bukannya ini hari minggu, Dok ?"
Dr    : "Iya, saya ada operasi pagi ..."

Lucunya, beliau selalu jawab ya, pertanyaan-pertanyaan saya yang ga penting itu ? Tapi asli itu pertanyaan memang pengen tahu, bukan mengada-ada .... 

Beliau lalu memperagakan cara memakai tongkat, berjalan beberapa langkah, dan saya malah sibuk memperhatikan dan memandangi wajah ganteng dan mata indahnya. Somfereeeeeeettt ... !!!

Seperti biasa, beliau selalu bertanya, "Ada lagi yang mau ditanyakan ?" Saya cuma bilang, lutut saya baik-baik saja. Tapi tampaknya saya mulai stress karena sakit maag mulai muncul intensif. "Oooh ... ya sudah nanti dikasih obat ya ?" katanya. Sementara saya memilih menghindari minum obat. "Yakin ga mau saya kasih obat ?" tanyanya lagi. "Iya dok, ga pa, nanti kalau saya perlu, saya akan minta ..."

KESIMPULANNYA

Begitu deh ... Dua kali mengalami insiden yang tak terlupakan berurusan dengan dokter di rumah sakit yang sama. Pertama dilecehin karena super dekil penampilannya saat datang berobat. Kedua, ga pede sendiri, gegara lagi-lagi karena penampilan saat datang berobat seperti biasanya seada-adanya.

Hikmahnya, mulai sekarang, pergi ke mana saja tetap harus rapi. Rapi itu bukan mahal. Tapi rapi, bersih, tetap menarik, ga dekil. Karena bagaimana kita merepresentasikan diri kita, maka begitulah orang lain akan menghargai dan memperlakukan kita.

Tapi kasus dengan ini dokter terakhir, agak beda. Menurut saya beliau tergolong sangat sopan dan tidak under estimate pasiennya walaupun penampakannya sangat dekil. Beda dengan dokter pertama yang saya temui, dokter THT. Saat saya datang lagi untuk periksa sudah dalam keadaan sehat, beliau sudah tidak mengenali saya lagi. Karena memang sayanya sudah berpakaian jauh lebih rapi, pulang kantor, bersepatu tinggi.

Biasa mobilitas tinggi, jalan tidak pernah pelan, (saya choleric melancolic sejati), ngapa-ngapain mandiri, jadi begitu tidak berdaya seperti ini rasanya sungguh numb. Setiap kali melakukan therapy adalah satu-satunya kesempatan saya bisa tipu-tipu hati dengan becanda dengan para therapist, atau penolong yang antar-jemput saya ke kamar - ruang rehab. Sembari ngayal saya bilang kepada mereka, "Kalau saya mau sembuh optionnya cuma 2 (dua), dokter ganteng itu ikut saya, atau saya ikut dokter ..." Hahaha ... kami pun tertawa sama-sama. Menertawakan kebegoan saya pastinya. Kamfreeeeeett ....  :p

Jadi ya intinya, jangan dipelihara deh kebiasaan tampil dekil, jangan juga diulangi pergi ke dokter dengan penampilan dekil. Sebab ga semua dokter baik dan memperlakukan kita dengan pantas dan maklum kan ... ? Lagian, tidak semua di antara kita seberuntung saya, ga milih-milih dokter, tahu-tahu dapatnya dokter ganteng dan baik hati, beyond my expection. Memang ga expect apa-apa sih aslinya, lawong cuma mo berobat aja yaaa ....

But for sure, he is such as an adorable doctor, anyway. On the contrary, he is absolutely a bad doctor for me for particular reason. His gentle attitude and beautiful face makes me on worse condition, actually. He is just too good to be true ! Hahahaha ...  :p

Well, have a great day everyone !

DISSABLE ITU ....

Sejak menjadi disable, saya belajar banyak hal. Walaupun penyebab disability bias sangat beragam, karena cacat sejak lahir, cacat karena kecelakaan, atau proses pengobatan (seperti saya akibat cedera olah raga), namun sepertinya, sepertinya niii ... rasanya menjadi disable itu tetep sama, atau nyaris sama-lah .... 

DITABRAK ORANG DI AREA PUBLIK

Yang sering terjadi saat penyandang disable beraktivitas di area publik, yaitu ditabrak orang-orang yang lalu lalang yang memang abai dengan lingkungan sekitar kecuali sibuk dengan urusannya sendiri, seperti orang becanda, orang maenan telepon, ibu2 jalan sambil asik nonton etalase sehingga ga lihat ada si pincang bertongkat jalan di depannya.

Asal tahu aja ya, si pincang yang belum mahir jalan seperti saya, biasa berjalan - mengayun kedua tongkat sambil melihat ke bawah (lantai), bukan ke depan. Sehingga saat ketabrak orang lalu lalang nyaris tumbang akibat terganggu keseimbangan.

DIKASIHANI PETUGAS SEKURITI DI MANA AJA

Kelompok masyarakat umum yang paling perhatian kepada kaum disable adalah justru petugas sekuriti. Saat saya hendak naik kendaraan dengan susah payah di parkiran sebuah mall, seorang petugas pengamanan terus menguntit saya, membantu hingga ke mobil, dan tahu apa yang beliau katakana ? Katanya, "Tetap semangat, bu ..." Subhanallah ....

Saat di kampus, sejak masuk lobi yang pintunya memang bukan otomatis, seorang cleaning service dari kejauhan di belakang saya, berjarak 20 meter, lari-lari segera membantu saya mendorong membukakan pintu kaca yang besar dan beratnya minta ampun. Beliau terus berada di dekat saya saat menaiki 3 (tiga) anak tangga di dalam lobi. Tiba di receptionist, petugas sekuriti membuka pintu akses belakang meja kerja mereka sehingga saya tidak perlu melewati pintu akses umum berkartu yang ribet.

Tidak hanya itu, seorang petugas keamanan perempuan membantu membawakan tas sekolah saya hingga dalam kelas. Maklum, si penyandang disable yang berjalan dengan dua tongkat seperti saya, ga bisa bawa apa2 karena kedua tangan harus mengoperasikan tongkat.

Di rumah sakit, petugas keamanan membiarkan saya parkir di depan lobi, dan beliau membantu saya mengurus menebus obat hingga kelar, akibat saya terlupa, sudah bayar tapi resep belum ditebus di apotik rumah sakit.

BERJALAN MENGAYUN BERTUMPU PADA PERGELANGAN TANGAN, BUKAN PADA KETIAK

Mungkin banyak orang mengira, si penyandang disability yang berjalan dengan tongkat, menopang badannya melalui ketiak pada kedua tongkat. Bukan, salah besar. Karena pada ketiak terdapat banyak syaraf yang bila area tersebut menjadi tumpuan dan terjadi tekanan tubuh yang sangat besar dan intens, maka akan berisiko sangat besar.

Penyandang disability yang berjalan dengan tongkat, saat berjalan, mengandalkan kekuatan pergelangan tangan untuk menopang tubuhnya, bukan pada ketiaknya pada ujung tongkat. Itulah sebabnya, berjalan dengan tongkat sungguh sangat melelahkan.

Terlebih pada awal rehabilitasi, selain belum mahir berjalan, kaki yang cedera belum diperkenankan untuk menapak dan menumpu beban tubuh sama sekali. Artinya, penyandang disability harus berjalan dengan satu kaki. Dan berjalan dengan cara itu, sungguh sulit dan melelahkan ....

HANYA BERJALAN, TAK BISA MEMBAWA APAPUN

Penyandang disability yang berjalan dengan 2 tongkat, tidak bisa bawa barang apa (tas, dll.) kecuali tubuhnya sendiri. Kalaupun bisa, akan sangat repot dan berisiko jatuh karena jemari tangannya terlalu sibuk, antara memegang barang dan mengoperasikan tongkat.

Membawa tas di bahu, di punggung juga rasanya sangat mengganggu keseimbangan dan tidak nyaman. Paling memungkinkan dibawa bagi penyandang disability saaat berjalan dengan 2 tongkat adalah tas kecil yang diselempangkan di depan.

TIDAK BISA BERJALAN JAUH

Berjalan dengan 2 tongkat, sungguh sangat melelahkan. Maka berjalan 100 meter, itu sudah sangat maksimal yang rasional dilakukan oleh penyandang disability yang tidak bisa berjalan. Mengapa ? Karena saat sudah lelah, konsentrasi sudah sangat terganggu, akibatnya keseimbangan tubuh saat mengayun tubuh dengan kedua tongkat sudah semakin tidak terjaga. Akibatnya, potensi untuk jatuh ke belakang. Itu yang sering saya alami.

BUTUH KURSI RODA DAN PENDORONG PROFESIONAL

Maka bila penyandang disability perlu melakukan mobilitas lebih, menggunakan wheel chair akan sangat membantu. Perkaranya, yakinlah, walaupun kelihatannya sepele dan mudah, namun tidak semua mengerti prosedur mendorong penyandang disability menggunakan wheel chair.

Umumnya, pendorong kursi roda mengangggap penyandang disability ini layaknya barang biasa atau troli. Artinya, mereka tidak memahami bahwa setiap manuver wheel chair bagi penyandang disability ini membutuhkan space sedikitnya setengah meter, khususnya di depan area kakinya.

Dalam hal ini kasus cedera pada kaki maupun patah tulang paska operasi, maka cara mendorong kursi roda secara benar itu sangatlah penting. Itulah sebabnya, petugas di rumah sakit selalu mengoperasikan kursi roda dengan lebih banyak menarik mundur saat bermanuver, untuk menghindari area kaki yang sakit bersentuhan dengan benda-benda di sekitarnya.

By the way, wheel chair untuk penyandang disability seperti saya, beda dengan wheel chair manula. Terutama, wheel chair yang sangat membantu bagi penyandang disability seperti saya, adalah wheel chair yang dilengkapi dengan penumpu betis, bukan hanya foot rest untuk telapak kaki saja. Sebab, saat telalu lama menekuk 90 derajat, kaki bisa cenut-cenut dan panas bukan main, makanya ia perlu diletakan dalam posisi rebah 180 derajat.

PARKIR KHUSUS DISABLE

Ini jangan ditiru. Walaupun saya disable, saya masih nyupir sendiri ke mana-mana yang dekat-dekat. I have no one that I can count on to travel me anytime anywhere. Jadilah setelah berdiskusi dengan dokter 'boleh' nyupir tapi tidak jauh2.

Maka nyupirlah saya sendiri sejak pulang rumah sakit, alias 10 hari paska operasi serta bolak-balik ke rumah sakit saat kontrol yang jaraknya hanya 3 - 5 km dari rumah, pokoknya deket banget deh. Selebihnya, naik taxi, walaupun mabok, mabok bayarnya, dan mabok pengin muntah karena sejak kecil saya memang mabokan kalau jadi penumpang.

Nah, sebagai penyandang disability, maka saya kini berhak dah parkir khusus disability yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari pintu lobi. Unexpected privilege sih sebenernya. 

BEING A DISABLE HAS CHANGED THE WHOLE MY LIFE

Although it would be temporary, but being a disable is not easy and has changed the whole my life. I was a very mobile person and so active, so independence. I get use to do anything, almost anything by myself.

I am a choleric person. I walk fast. I am doing anything time-orientedly. Now, when I am not able to walk as I used to, then I do need more time for everything I do. Hence, the world becomes so slow for me now.

The most difficult thing is, that I have to depend on anybody else even to fulfil my basic needs ! I was not able to take a bath by myself, even for pee ! Everything has been being done on my bed, helped by nurse ....

I did discus about this issue to the doctor before the surgery. I learnt, that I will face this difficult circumstances. But I have never thought that it would be so extreme like this. But that's life ....

Once we get trouble in life, hence we learn many thing from life ....

Have a great day, people ! Love you !
  



Wednesday 20 May 2015

SUNTIK DULU


Hari ini, Rabu, 20 Mei 2015, persis hari ke-21 paska operasi lutut dan jadwalnya kontrol ke-2. Minggu lalu, kontrol pertama, buka jahitan (Baca "Ya ampun Firlly ..."). Ini kali, kontrol kedua, jadwalnya suntik cairan whatever-lah apa namanya.

Setelah minggu lalu kontrol dan mendapati reaksi sang dokter begitu kaget lihat daku yang careless abis itu, asli since that time, daku ga pernah lepas lagi dari tongkat ajaibku. Ke mana-mana asli ngandalin itu tongkat, bahkan di kamar tidur dan kamar mandi yang sempit pun, aku mobilisasi mengandalkan tongkat.

DRAMA ITU

Jadilah, setelah menunggu hampir setengah jam, barulah si ganteng nongol. Itu pun masih diselakin kakek-kakek. Tiba giliranku, ekspresi si ganteng ga lagi seperti minggu lalu yang bengong bin kaget gegara daku datang melenggang tanpa tongkat. Kali ini senyumnya lebar melihat daku datang bertongkat.

Beliaulah yang membuka pembicaraan, menanyakan gimana insiden missed position knee brace hari sabtu lalu. Lalu berceritalah daku panjang lebar tentang nyokap bokap yang datang jumat malam dan daku terpaksa acting tidur. Daku ceritain juga drama baru terjadi esok paginya, katanya, "Lagian kenapa ga boleh orang tuanya tahu sih ?"

Kelar cerita ngalor - ngidul, barulah si ganteng tanya,
dr  : "Gimana, sudah siap disuntik ?
Gw : "Kayanya ga deh, dok"
dr  : "Ya udah, kalau gitu terapi dulu aja lagi, setelah itu minggu depan baru suntik."

Intinya sih setiap kali ada perkara yang perlu diputuskan, daku selalu sampaikan pada si ganteng apa yang ada dalam pikiranku, apa mauku. Tapi, aku juga selalu mengembalikan kepada si ganteng untuk memutuskan, sebab beliau lebih tahu, beliau dokternya, saya cuma pasien, nurut aja, beliau lebih tahu yang terbaik untuk saya. Itu yang beliau minta sejak awal, supaya saya nurut sama dia selama proses pengobatan ini. Jadi ya ... gitu deh, nurut aja.

Maka berdiskusilah kita seperti biasa tentang alternative 1 dan 2. Ah, seperti biasanya dah, si ganteng ngomong apa, seringkali daku ga bisa nyimak banget gegara gagal fokus. Pokoknya akhirnya ....

dr  : "Dah tidur ..."
Gw : Rebahan dan mulai nutup muka pakai kerudungku yang panjang itu.
dr  : "Hei, kamu kenapa ?"
Gw : "Takut"

Ternyata si ganteng masih menyiapkan jarum suntik ma suster. Cari ukuran yang kecil, siapkan 3 suntikan, dst. Alhasil daku bangun lagi, duduk liatin si dokter ganteng nyiapin 3 jarum suntik itu tadi. Ga lama ...

dr  : "Dah tidur ..."
Gw : Rebahan, "Bissmillahirahmanirrahim dulu dok ..."
dr  : "Bissmilahirrahmanirrahim ..."
Gw : "Bissmillahirrahmanirrahim dulu dok ... ' (lagi)
dr  : "Bissmillahirrahmanirrahim ...'

Cuuuuusss ... dan menjeritlah daku, seberisik-berisiknya entah. Daku sudah istighfar terus-terusan, takbir, teriak2 "Udah dok, udah dok, sakit .." Sementara tanganku grementin tangan itu dokter udah kaya apaan tahu. Dan tangisan gw, massya Allah .... Nangisnya orang stress pilu banget dah, air mata bercucuran dari balik kaca mata, udah ga bisa liat apa-apa gegara mata penuh dengan air mata.

Makin dalam itu jarum masuk ke lutut menyedot cairan yang membuat bengkak lututku, makin sesenggukan dan kaku kejerlah seluruh kaki dan badanku. Sementara tanganku, entah makin kenceng gremetin itu bisep si dokter. Ga kalah stress, suster pun sibuk tarik tanganku kanan kiri. Selagi aku udah cengkeram tangan si dokter, mau apa lagi, mana bisa dia tarik tanganku sementara aku jejeritan begitu.

Tahu apa yang dikerjain ma tuh dokter ? Dia tetap masukin jarum suntik ke lutut, sedot cairan penyebab bengkak, sementara suaranya yang tenang itu terus sebutin namaku, "Firlly ..., firlly ..., firlly ... sabar, sedikit lagi ..." Sementara gw sudah kesakitan luar biasa. Asli itu kejadian tadi siang kejadian paling norak yang pernah kualami sama orang lain, yang bukan siapa-siapaku, tp terpaksa jadi satu2nya orang yg jadi tumpuanku.

Daku sudah nangis jejeritan, menghiba-hiba gitu memohon, "Sudah dulu dok, sudah ..., berhenti dok ..., sakit .." Si dokter lagi2, kalem berusaha menenangkan aku, "Firlly ..., yang tenang, yang rilex, kalau kamu tegang nanti saya susah suntiknya." Daku pun berusaha bekerja sama dan merilekskan tubuh. Masalahnya, saat daku rilex, si ganteng kan jadi lebih mudah kerja kan ya, tapi perkaranya jadi makin masuk itu jarum dan sakitnya bukan main, ya makin mengejan kaku seluruh badanku ini. Sambil nangis sesenggukan daku terus jejeritan, minta udah, "Udah dok ..., udah ... sakit ... " Sekali lagi, si ganteng nenangin aku, "Firlly ..., Firlly ..., Firlly ..., sabar, rileks, atur nafasnya, sedikit lagi sayang ..." katanya dengan sangat sabar menghibur gw yang udah nangis bego.

Sayang sih sayang dok ... tapi sakitnya itu siapa yang nahaaaaan ... ? Bikin gw klepek-klepek 2x nih ...

SUNTIKAN KEDUA

Insiden tadi, adalah suntikan pertama yang bertujuan mengeluarkan carian yang menyebabkan bengkak di lututku. Nah, sekarang disuntiklah aku yang kedua, katanya itu pereda rasa nyeri. Tapi siapa yang percayaaaaa ... ?

Saat si ganteng mo nyuntikin pain killer itu, daku sudah jerit-jerit ga mau, udah aja. Si ganteng bilang gini, "Firlly, lihat saya, ini untuk penghilang rasa nyeri, percaya sama saya," Si dokter ganteng nyodorin muka tampan rupawannya ke arah mukaku yang stress dan bercucuran air mata. Akhirnya, meredalah tangisanku itu. Dan cuuus ... disuntik lagi deh, aku pasrah ga berdaya.

"Nah, sekarang apa rasanya ? Lebih baik kan ?" tanyanya meyakinkan aku. Barulah beliau melanjutkan menyuntik yang ketiga, suntikan obat yang sesungguhnya. Masya Allah ...

Kelar itu aku masih sesenggukan, sementara si ganteng kudengar sih sudah mulai ngetik di mejanya. Tapi mulutnya tetap, "Firlly ... ayo atur nafasnya, atur nafasnya ..." Sampai akhirnya aku bener-bener ga nangis lagi, tapi asli kena sawan bengong gitu. Abis tenaga karena meronta ketahan gitu, reseh banget dah tuh suster ....

BUNGKUS BAND & KNEE BRACE LAGI

Kelar ngetik2, si ganteng kembali lagi ke kasurku. Si ganteng selalu memasang sendiri band yang melilit lututku dan memasang kembali knee brace, dan tidak pernah membiarkan suster mengerjakan itu untuk aku.  Tapi gw sudah ill feel ... Bukan ilang feeling, tapi berasa sakit beneran ...

Alhasil, begitu mo pulang, gw bilang gw ga mau suntik satu dus sisanya lagi, "Obatnya tinggal sini aja," kata gw merajuk. Tapi si ganteng bilang bawa aja obatnya, "Siapa tahu minggu depan kamu berubah pikiran ..." gitu katanya.

Jadilah daku pulang, tanpa salam untuk yang kedua kalinya nih, gegara stress masih menggantung di hati dan kepala ....

JADI YA ....

Bagaimanapun daku bersyukur dan beruntung punya dokter yang baik, sabar, menguasai juga bidangnya dengan baik. But most of which, I am so impressed with his personal character. Having a good doctor that we have a good chemistry, itu penting bgt buat healing process. Yang udah2 sih gw kalo sembuh sakit ya karena gw klik banget ma dokternya. Maksudnya, daku bis percaya dan ngandalin ini dokter baik secara keilmuan maupun secara interaksi sosial.

Termasuk, urusan dengkul yang satu ini. Usia beliau yang masih sangat muda (dokter ganteng gw ini high quality brondong, limited edition dan masterpiece series deh) ternyata ga berarti beliau ga bisa professional ya, baik pada ilmunya maupun pada interaksi dengan pasiennya. Gw bersyukur bangetlah, berjodoh dengan dokter yang baik hati untuk mengurusi dengkulku ini. Semoga si dokter gantengku ini senantiasa dalam lindungan Allah dan mendapatkan kemuliaan ya, karena sudah sedemikian baik dan sabar menolong aku. Aamiin ... aamin ... aamiin ....


Wednesday 13 May 2015

"YA AMPUN FIRLLY ... !"

"YA AMPUN FIRLLY ... !"

Hari ini jadwalnya daku rendevouze ma si ganteng. Acaranya, buka jahitan. Sejak awal daku sudah bingung, datang pake walker stick ga ya. Sebab bakal rempong bawa tas kanan kiri sambil jalan bertongkat. Akhirnya begitu on loc, kuputusin jalan tanpa tongkat. Itu pun daku bukan langsung nemuin si ganteng, malah antar kue untuk suster dan terapis di lantai 2 dulu, ke cendra ma ke rehab, lanjut lantai 3, terus baru turun ke poli.

Tiba di poli duduk sebentar, nunggu giliran. Begitu tiba giliran, masuklah daku dengan terpincang-pincang. Sementara di ujung ruang, si ganteng duduk di kursinya, bergeser ke luar dari balik meja, memandang daku dengan kaget sambil memgang kepala seraya setengah berteriak, "Ya ampun Firlly ... ! Kenapa ga pakai tongkat ?" teriaknya keheranan. Tinggallah daku langsung ciut hati, feeling guilty tingkat dewa, menyesal.

"Aku ga mau terlalu drama. Dilihatin orang-orang ..." respon saya menjelaskan. "Iya saya tahu, kamu reluctant. Itu kan namanya diperhatikan. Tapi itu untuk kebaikan kamu. Supaya repair hasil operasi baik secara sempurna ..." jelasnya. Saya pun terdiam. 

PINK SEMUA

"Ayo naik (kasur periksa)," katanya. Daku pun beringsut ke kasur. Begitu on position, komentarnya, "Pink semua sukanya , sampai-sampai kameranya pun warna pink ..." Hari itu aku pake rok dusty pink kesukaan model ala princess gitu ma blus krem kombinasi pink dan kerudung brokat juga warna pink. Hahaha ... ga penting yeees, tapi berarti dia notice dunk, sejak insiden ketemu pertama kali yang ga banget itu, pertemuan2 berikutnya daku selalu pake baju yang ga jauh-jauh dari warna favoritku itu, pink ... mulu !

Si ganteng komentar begitu sebab saat selonjoran di kasur kan kaki ketutup ma rok panjang princess ku warna dusty pink itu. Si ganteng juga lihat sepatu ku warna fucia atau shocking pink ngegeletak di bawah kasur. Saat si ganteng mulai menyingkap rok dan membuka perban, daku pun mengingatkan pembicaraan terdahulu, "Kan saya sudah bilang dok, minta benang warna pink ..." komen saya. "Belum diproduksi benang operasi warna pink, tapi kalau semacam gips ada warna pink. Lebih bagus dari gips lagi, karena bukan berbentuk bubuk dan cepat mengeras ..." jelasnya. Ooooh ...

Maka mulailah si ganteng membuka jahitan bekas operasi di lulutku. Sedikit jerit-jerit, akhirnya kelar jugalah jahitan sebelah kanan dilepas. Giliran sebelah kiri wuidih, sakitnya agak lebih yess. Jadi mulailah saya berisik. "Ntar, ntar, ntar dok. Bissmillah donk dok ..." pinta saya. "Iya, Bissmillahirrahmaniraahim ..." katanya. Tapi tetep saya komplen, "Bentar dunk dok, berhenti dulu." Akhirnya si ganteng menjauhkan kursinya sebentar, sementara saya cengar-cengir menahan ngilu. Katanya kemudian, "Sampun ?" sambil beringsut mendekat lagi. Dan tahu2 dia sudah uplek lagi di lutut saya sampai kelar, sementara saya jejeritan dan sibuk kipas2 lutut. Alhasil kamera di tangan pun ga jadi dipakai deh, sakit aja proses buka jahitannya. "Dah," katanya .... fuiiih ....

"DEAL ?"


"Nah, minggu depan kita suntik kakinya ya," jelas si Ganteng. "Atau mau sekarang aja ?" tanyanya. "What ? You keeding me, doc !" respon saya. "Ya kali aja mau sekarang. Ya udah minggu depan kalo gitu ya ? Deal ?" tanyanya. Daku dan si ganteng tiap kali mo mutusin perkara ini kaki, selalu gitu, "Deal ?" Kali ini saya jawab, "Ok, kali ini saya deal, doc."

Balik ke meja, saya tanya foto-foro selama proses operasi, diskusi obat - yang saya ga ngerti (saya sama sekali ga ngerti obat, boro2 hafal). Si ganteng senyum-senyum tiap kali saya bilang saya ga ingat saat ditanya hal ihwal tentang berapa kali obat anti nyeri tulang yang saya minum tiap harinya. Daku juga bilang daku lupa minum antibiotiknya, gegara banyak syaratnya, ada yang sebelum makanlah, ada yang ga boleh barenganlah, ada vitamin, dst. Ga ngerti. "Ga pa-pa, yang penting habiskan, " katanya.

Si ganteng lalu tanya soal kuliah, daku bilang kan kuliahnya jumat sabtu. "Bawa mobil ?" tanyanya. "Gaklah," jawab saya. "Terlalu jauh, terlalu berisiko, belum berani, naik taksi saja," tambah saya lagi. Si ganteng manggut-manggut setuju, "Bagus" katanya.

Jadi ya ... "Dipake tongkatnya ya. Paling tidak 'kan 6 minggu. Sedikitnya 3 minggu deh," si ganteng mengingatkan.  "Kan janjinya memang 6 minggu nurut ya (itu permintaan si ganteng sejak awal dulu sebelum operasi."Pokoknya kamu nurut saya dulu deh selama 6 minggu," gitu katanya). Minggu ke-7 ga harus nurut lagi kan, dok ?" tanya saya. Cepat dia merespon, "Apa ?" tanyanya. Buru-buru saya jawab, "Ga ..." lalu terdiam. Kwkwkwkwk ....

Terakhir saya cerita kalau saya suka lupa naik dan turun tangga. Lalu si ganteng kasih tips, "Go up to heaven, down go to the hell" Maksudnya, naik pakai kaki sehat, turun dahulukan kaki yang sakit. Okay, dok !

Begitulah, akhirnya siang itu saya pulang dengan lega tapi sekaligus menyesal karena sudah mengecewakannya. Bukan apa-apa. Saya tipe orang yang perfectionist dan percaya ma kemampuan diri saya. Sebaliknya, bila saya tidak menguasai suatu perkara, saya akan mengikuti instruksi atau rekomendasi ahli atau orang yang saya percaya. Termasuk perkara kaki ini. Saya menyesal, khawatir proses pemulihan saya tidak berlangsung sebagaimana yang diharapkan sang dokter, akibat kecerobohan saya. Selain itu, tentulah saya akan rugi bila saya ga patuhi perintah dia. Jadi ya, pulang dari ketemuan ma si ganteng ini, maka ke mana-mana pun saya mulai istiqomah mengenakan tongkat, bahkan di dalam kamar saat menuju tempat tidur.



DOKTER IDAMAN

Sejak kecil, saya hanya punya satu dokter gigi, yaitu Drg. Rudi yang saya kenal sejak saya kelas 1 SD ! Sementara untuk dokter umum, saya pun punya satu dokter yang sangat special yang saya kenal sejak umur 8 tahun saat kelas 3 SD, yaitu Dr. Fx. Hermanto. Beliau bisa tahu saya sakit badan apa sakit pikiran. Bahkan hingga saat ini, kalau saya sakit dan urusan ga kelar-kelar dengan dokter di Jakarta, saya akan minta ibu telepon Dr. Fx. Hermanto dan minta resep untuk saya ! Hahahaha ....

Di bintaro sekarang, saya biasa menemui Dr. Bahder, specialist internist untuk sakit maag saya. Tapi sejak ada Dr. Ayu, spesialis yang sama, saya memilih berobat ke dokter perempuan ini. Saat saya pertama kali mo berobat ke dokter spesialis orthopaedic pun, sesungguhnya saya prefer untuk mendapatkan dokter perempuan. Tapi setelah membaca brosur dokternya yang ada laki semua, ya sudah. Seadanya sajalah, tahu-tahu ketemunya malah ma si dokter ganteng ini. Bukannya tambah sembuh, eh ni dokter malah bikin nambah sakit saya saja. Hahaha ....

GAGAL FOKUS

Tahu ga sejak insiden pertama kali saya menemui si ganteng yang ga banget situasinya saat itu gegara saya saltum, hingga kemarin ketemu terakhir, saya selalu saja gagal focus dan gelagepan setiap kali ketemu dia (baca "Balada berobat salah kostum" di www.firlly.blogspot.com). 

Alhasil seperti kejadian kemarin. Kelar berobat, sudah bayar segala macem, saya langsung ngeloyor pulang. Saat mo bayar parkir baru teringat, ternyata resep belum saya teruskan ke apotik untuk ditukar obat. Terpaksalah saya balik lagi ke lobi, dan dibantu 2 orang petugas sekuriti mengurus itu resep, sementara mereka meminta saya tetap menunggu di mobil. Mereka tahu karena saya tadi cerita kelar diomelin si ganteng gegara ga pakai tongkat. Somfereeeet ... kamfereeeeettt banget deh nih si dok ! Jadi ya, jujur ya, asli nih si ganteng memang bikin saya gagal focus, sebab he is too good to be true sih ! Bikin klepek-klepek ajah ! Geblek banget saya yah ? Hahahaha ....

Makanya belakangan saya selalu ribut cari obat merah karena hati sudah berdarah-darah ngadepin nih makhluk ganteng. Bahkan sejak bertemu pertama kali, saya sudah pengen cari pohon toge untuk bunuh diri #becanda gegara gelagepan mulu di depan si ganteng. Sekali lagi somfereeeeet ... kamfereeeeeet banget dah nih dokter. Ok deh prens, jangan coba-coba cari tahu siapa dokter ganteng saya ya ? He's mine ! Hahahaha ... !  :P