Tuesday 31 December 2013

Anak Alay

Suatu ketika seorang teman datang berkunjung membawa anak lelakinya yg berusia sekitar 9 tahun. Membawa sebuah sabak besar merk terkenal, sesaat memasuki rumah, itu anak langsung sibuk dengan gadgetnya. Berawal duduk di kursi, kemudian mulai turun ke lantai dan sudah mulai ngglosor, tiduran, main gadget hingga pulang setelah bertamu lebih dr 3 jam.
Saya teringat, sekitar tahin 1999, saat telpon seluler mulai mewabah murah dg tampilan warna-warni, saya menggunakan ponsel dengan layar kapasitas 3 baris tak berwarna (itu sdh tergolong canggih). Suatu kesempatan, saya ditegor paman, "Mendingan ngaji Wing, timbang sms-an begitu" katanya naif. Yang ada kini, anaknya yg cuma seorang pun tak kalah sibuk dg gadget shg abai dengan lingkungan sosialnya.
Saat ini, makin banyak terlihat, anak-anak alay yg semakin sibuk dg gadget. Seorang kawan di kantor mengeluhkan, saat ia sibuk merapikan rumah, menyapu & mengepel lantai, sang anak tetap asik duduk di kursi ruang keluarga bermain gadget.
Belum lama, saya menyaksikan sendiri bagaimana acuhnya anak2 alay ini kepada orang tuanya krn sibuk bermain gadget. Sedih rasanya ....
Orang tua itu kendali. Seyogyanya orang tua mengarahkan anak dan mampu membuat aturan yg jelas ttg hidup serta membekali anak2 dg norma2 hidup.
Saya merasa saya sudah puol nakal, ga tahu aturan, bandel, dst. Tp ternyata, anak2 alay itu lebih dr saya. Saya ga kepengen mereka jd spt saya.
Bayangkan ada anak sepanjang hari hanya gadget yg diurusnya. Jadi ada orang di sebelahnya pun tak peduli dia. Kiranya, orang tua bisa lebih bijaksana soal penggunaan gadget ini, misalnya ...
1. Pertimbangkan batas usia minimal anak boleh memiliki gadget sendiri. Umur 15 mungkin bisa dipertimbangkan anak boleh memiliki gadget;
2. Buat aturan maen waktu penggunaan gadget. Jam bebas gadget (tidak boleh menggunakan gadget) mulai pukul 13:00 (misalnya) penting utk mengembalikan kebiasaan interaksi langsung dlm keluarga;
3. Berikan pemahaman : ponsel hanya utk komunikasi, interaksi media sosial hanya di personal computer atau laptop yg diletakkan di ruang keluarga dan terpantau oleh orang dewasa;
4. Sepakati pasword bersama, agar orang tua bisa memantau interaksi yg dilakukan anak pada media sosial;
5. Buat option : smartphone atau sabak. Bukan keduanya. Itupun masih dg waktu penggunaan yg sesuai aturan yg telah ditetapkan sebelumnya;
Jaman memang sudah berubah. Kemajuan teknologi komunikasi tak bisa dihindari menjadi hal yg sangat nyata mempengaruhi pola interaksi dan kehidupan sosial umat manusia. Pun segala keburukan yg diakibatkannya yg membuat manusia mjd begitu hedonis, selfis, dan kering tanpa nilai2 hidup fitrahnya sbg manusia.
Sekali lagi, orang tua adalah kendali. Tali silaturahim pun bisa terputus kala orang tua tidak mendorong anak2 nya utk terus berinteraksi dg sanak saudara. Kelihatannya sepele, tp anak tak mungkin beritikad mengunjungi kerabat bila tdk diinisiatifi oleh orang tua, anak pun tak punya ongkos, anak tak tahu jalan, anak tak kenal kerabat, dst.
Mendidik anak sesuai ajaran agama pun menjadi terkesan kuno bahkan kampungan. Padahal di jaman menjelang kiamat kini, segala sesuatu yg jamak bukanlah lagi sebuah ukuran yg benar. Di saat seluruh umat telah bergeser jauh keimanan dan norma2 hidup yg dianutnya, maka dg sendirinya kejamakan yg ada pun mjd kejamakan yg tak bernilai agama. Naudzubillahimindalik. Maka berhati2lah, bertawakalah. Nah, di atas itu semua ....
1. Bekali anak dengan pendidikan anak sebanyak mungkin;
2. Bekali anak dengan tauladan orang tua dalam beribadah dan bertingkah laku bukan diperintah;
3. Biasakan anak utk dapat berkomunikasi dg wajar, menyampaikan pemikirannya & perasaannya;
4. Biasakan anak mendengar pujian yg inspiratif & motivatif, bukan amarah yg merendahkan;
5. Ajarkan anak untuk membaca tanda-tanda alam, karena sesungguhnya Allah menunjukkan kebesarannya dg petunjuk alam, waktu sholat, waktu kiamat, dst.
Menjadi orang tua adalah belajar. Belajar sepanjang hayat yg akan dimintaiertanggungjawabannya. Ingat, menjadi anak adalah given, mereka tak bisa memilih siapa orang tuanya. Sebaliknya, orang tua bisa memilih, membuang bahkan membunuh anak yg tidak dikehendakinya sejak sebelum mereka dilahirkan.
Sesungguhnya setiap anak yg dilahirkan adalah suci. Orang tuanyalah yang menjadikannya seorang nasrani, majusi atau seorang muslim ....