Monday, 1 June 2015

TETAP SEMANGAT ! TETAP YAKIN ! TETAP LATIHAN ! TETAP POSITIVE THINKING YA !

LATE IN RESPONSE IS A NOISE IN COMMUNICATION

Ceritanya, sejak insiden suntik yang traumatic 20 Mei 2015 lalu, saya memang jadi bermasalah banget berurusan dengan rumah sakit. Saya jadi berhenti terapi bahkan mundurin jadwal ketemu dokter untuk kontrol dan ga pengen lihat mukanya lagi ! Tapi begitu obatnya habis, tidak ada cara lain, saya pun harus menemui si dokter ganteng itu. Dan Jumat, 29 Mei 2015 saya datang kontrol dengan hati tidak karua-karuan serta pulang dengan tidak hepi lantaran sejumlah pertanyaan tak terjawab menggantung di kepala. 

Waktu yang sangat terbatas saat kontrol, keberadaan suster hingga 2 orang di dalam ruang periksa ditambah seorang suster batak yang galaknya minta ampun, bikin saya sungguh ga nyaman dan ga punya privacy untuk bertanya berbagai hal menyoal lutut saya. Dan itu bikin saya bete, ga hepi. Sebab untuk bisa bertanya lagi, saya kudu menunggu pertemuan berikutnya, sementara aktivitas saya kan tetap berlanjut. Saya tidak mau kesalahan gegara tidak cukup informasi donts dan do's selama proses penyembuhan.

Iya, bertanya melalui whatsapp atau email bisa saja. Tapi menurut saya cara itu sangat mengganggu privacy dan takes time (email). Saya jadi serba salah. Tapi akhirnya saya memutuskan untuk menyampaikan sejumlah pertanyaan melalui email. Konsekuensinya, ya itu, email dijawab 3 (tiga) hari kemudian.

Lamanya dokter dalam menjawab email saya membuat saya memutuskan untuk menemui dokter lain. Maka Senin, 1 Juni 2015 saya pun menemui kolega dokter ganteng yang antriannya, masya Allah ! Masalahnya kedua dokter ini praktek di waktu yang bersamaan dan ruang prakteknya pun bersebelahan hanya bersela sebuah ruang suster untuk mengukur tensi dan berat badan. Hingga saya pun merasa perlu pindah duduk 3x agar terhindar dari pandangan suster dan dokter kalau2 mereka melintas di sepan muka saya.

Benar saja ! Sesaat setelah saya pindah dan mencari kursi agak tersembunyi di balik pilar besar, tak sengaja saya melepaskan padangan dari gadget, saya dapati si ganteng baru saja meninggalkan ruang suster sambil membaca BB-nya, berjalan menuju ruang periksa. Ops ! Nyaris saja ! Sebab semula saya duduk persis di depan pintu ruang suster, lalu pindah di depan pintu ruang praktek dokter, lalu pindah lagi mundur ke belakang. BTW, saya tidak tahu kapan itu dokter masuk ruang suster ! Jangan2 beliau masuk saat saya masih duduk persis di depan ruang suster ya ?

Akhirnya, setelah menunggu hanya sekitar setengah jam, tiba giliran saya menemui dokter ini. Sesungguhnya, saya pernah bertemu beliau saat operasi. Sebab saat sebelum operasi saya sempat bertanya pada dokter ganteng saya itu, "This is not your first surgery, kan ya Doc ?" Lalu beliau memastikan bahwa ini bukan pertama kalinya mengoperasi lutut dan beliau akan didampingi oleh dokter orthopaedic lain yang juga spesialisasi dalam hal lutut. Nah, dokter inilah yang sempat diperkenalkan si dokter ganteng pada saya sesaat setelah saya memasuki ruang tunggu/transisi di area ruang operasi. 

"WAIT, WAIT, WAIT !"

Maka saat saya memasuki ruang periksa dan menyampaikan salam, beliau menjawab salam saya dengan tenang dan lengkap sembari memandangi saya agak gimana gitu. Begitu obrolan dimulai dan saya menjelaskan duduk perkara saya dan hal-hal yang ingin saya ketahui, beliau mulai bingung. "Wait, wait, wait ...What's your name ?" tanyanya. "Firlly, Doc" jawab saya. Walaupun bahasa inggris saya belepotan, saya selalu berkomunikasi in English dengan si ganteng, begitu pun dengan yang dokter yang satu ini.

Setelah beliau cek profil pasien di komputernya, akhirnya beliau terdiam, membaca sebentar, baru komentar. "Oh, pantesan. Saya tidak operasi kamu (langsung), tapi kok tiba-tiba datang kontrol ? Ternyata kamu dioperasi oleh dokter *****," beliau menyebut nama si ganteng. "Iya, Doc" jawab saya pendek dan membiarkan beliau membaca detil rekam medis saya dari catatan si ganteng selama ini.

"Oh, ya now I remember. I met you on that day," katanya. "Yup" kata saya. "But you don't know me," katanya lagi. "I know you, Doc. Cos' he (si ganteng) told me that there would be another doctor who will accompany him during the operation and he introduce you to me at the operation theater before the operation was done," saya mencoba menjelaskan. Hahaha, clear, akhirnya kami masing-masing sama-sama mengerti dan menyadari sudah saling bertemu.

Begitulah, diskusi siang itu dengan dokter ini sangat menyenangkan. Beliau usianya mungkin sedikit di atas saya, bukan brondong seperti si ganteng. Kenyamanan yang saya rasakan berurusan dengan dokter ini beda dengan saat berurusan dengan si ganteng. Tidak ada pembatas gitu ya. Saya merasa tidak perlu terlalu berhati-hati menjaga sikap saya gitu, normal saja sebab beliau orangnya hangat dan caring. Entah apa bedanya dengan si ganteng, tapi beda saja, saya bisa lepas.

Sementara dengan si ganteng, serasa ada tembok besar di antara saya dengan beliau. Selain mungkin sayanya kepincut cos' first love at the first sight ditambah dengan personal character-nya yang sangat humble, beliau juga bersikap sangat berhati-hati dan sangat menghargai saya. Tentu hal itu membuat saya semakin harus membatasi diri dan mengerti posisi saya kan ya. Jadilah, walaupun beliau begitu baik dan tak kalah caring, tapi saya jadi berasa sejuta jengah berada dekat beliau karena saya sungguh respect kepadanya.

Kembali ke dokter yang satu ini, beliau lalu memulai semua penjelasan dari awal dan saya sudah diminta bersiap di kasur periksa. "Ada fotonya ?" tanyanya. "Yup, in my bag" jawab saya. Beliau beringsut dari kursinya menuju kursi saya dan mengambil foto dari dalam tas besar rumah sakit yang berisi semua rekam medis, surat-surat, obat, keperluan injeksi dll, yang selalu saya tenteng setiap kali kontrol.

"Sudah tahu ?" tanyanya. "No, I don't," jawab saya. "Katanya sudah dijelaskan ?" tanyanya lagi. "Yeah, but I don't really understand, Doc" jawab saya. "Okay ..." katanya dan beliau memulai menggambar dan menjelaskan lagi, mengedukasi saya in English. Lalu beliau mulai memeriksa lutut saya, saya pun menyampaikan keluhan saya, soal suntikan yang sakit, soal nyupir, naik tangga, jalan jauh, insiden sering mau jatuh, bla, bla, bla. Diskusi pun berjalan lancar. Saya pun pulang dengan hepi.

Yang tak kalah menyenangkan, berada di ruang periksa dokter yang ini, hanya ada 1 suster, sementara di ruang periksa si ganteng, saya ditongkrongin 2 orang suster, dan ditutup dengan seorang suster batak yang galak, total ada 3 orang suster yang nongkrongin saya saat periksa ! Nyebelin kan ?

SORRY FOR DELAYED RESPONSE


Tiba-tiba bada maghrib, sebuah email dari si dokter ganteng masuk. Saya membacanya. Email yang cukup panjang untuk seorang dokter spesialis dan  saya tahu takes time untuk menjawabnya. Gimana tidak panjang, pertanyaan saya saja bererot, tapi asli beliau menjawab semua pertanyaan saya dengan detil.

Saya tertegun bacanya. Sebab email itu sangat positif dan penuh motivasi. Agak bingung juga saya, menyadari bahwa saya merasa kondisi saya bbrp minggu belakangan ini bukan kondisi saya yang terbaik. Namun beliau justru menyampaikan banyak hal positif berkaitan dengan kemajuan kondisi lutut saya.

Di akhir emailnya, inilah yang beliau tuliskan "Kamu harus tetap semangat dan yakin bahwa bisa pulih kembali ... tetap semangat ! tetap yakin ! tetap latihan ! tetap positive thinking ya !" How touching ya, sangat personal touch sekali untuk yang lagi ... yah begini deh rasanya jadi orang disable ternyata. Dan saya sangat menghargai perhatian beliau ini.

Beliau juga say sorry for delayed response. Masalahnya, saya sudah terlanjur nyupir jauh ke mana-mana, padahal beliau anjurkan tidak berkendara terlalu jauh. Ya sudah, besok2 ngampus atau pergi jauh naik taksi lagi dah. Sebelumnya, beliau juga pernah say sorry karena memundurkan jadwal operasi satu hari, dari rabu ke kamis, tidak seperti yang kita sepakati bersama sebelumnya.

MISS UNDERSTANDING

Gitu deh kalau komunikasi ga lancar. Sementara kebutuhan akan informasi mendesak namun supply informasi yang dibutuhkan tidak ada. Akhirnya saya pun memutuskan melakukan plan B. Walaupun ternyata akhirnya informasi terpenuhi juga, tapi sudah tidak punya news value lagi, karena sudah lewat kebutuhannya.

Masalahnya saya berkomunikasi dengan dokter bukan dengan wartawan. Jadi, bargaining position beliau lebih tinggi ya, dan saya tidak bisa memaksa. Lagi pula hal-hal lain pun berkontribusi membuat komunikasi saya dengan si dokter ganteng agak tidak lancar. Yang bisa saya lakukan ya pergi ke dokter lain.

Namun yang terpenting, urusan miss understanding ini sudah clear. Saya sempat mengira ada yang salah dengan sikap saya sehingga beliau tidak merespon email saya. Ternyata tidak begitu. Ya saya pun merasa perlu mohon maaf lahir batin sama si ganteng dalam balasan email saya semalam, yang entah kapan lagi dijawabnya. Hahahaha ....

No comments:

Post a Comment