Kini yang terlihat di depan justru sebaliknya. Waktu seperti begitu lambat merayap bagi sebuah harapan yang saya miliki, namun tetap begitu cepat berlari, lagi-lagi tanpa bisa saya kendalikan apalagi saya hentikan. Saya bukan pemilik waktu. Jadi ujung-ujungnya, waktu tetap berlalu begitu cepat, sementara harapan saya tidak juga beranjak ....
Tidak pernah saya menghadapi sesuatu yang begitu tidak jelas seperti saat ini. Saya adalah orang sangat berpegang pada rencana dan berhitung dengan waktu. Namun adakalanya, hidup manusia bukanlah milik dirinya sendiri. Maka pada masa itu, ia tidak lagi dapat merencanakan dan mengupayakan apa pun yang diniatkannya sekehendak hati.
Bukan perkara, manusia berencana Tuhan yang menentukan. Bukan, bukan perkara itu. Manusia memang wajib berencana, berikhtiar, dan berusaha dalam hidupnya karena memang demikianlah fitrah hidup manusia, untuk beribadah kepada Sang Khalik. "Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu ..." Dan mengisi hidup dengan kebaikan adalah ibadah.
Persoalannya, pada kondisi yang tertentu itu, berencana pun saya tak lagi mampu. Tak bisa. Saya tak punya lagi ruang dan gerak untuk itu. Saya terjebak dalam pusaran waktu yang berjalan begitu cepat. Maka yang dapat saya lakukan adalah menyaksikan hari-hari saya berlalu, begitu saja, tanpa bisa saya upayakan untuk kebaikan yang saya pikir saya bisa untuk itu. Dan saya kehilangan segalanya, semuanya ...
Bukan karena apa ... tapi karena hidup saya dihentikan, sementara waktu di luar sana terus berjalan. Hingga pada satu titik itu saat saya keluar menemui dunia, saya tertinggal jauh di belakang. Astaghfirullahalazdim ....
WHAT DO I HAVE ?
Kini seakan waktu itu sudah habis. Tidak banyak lagi kesempatan bagi saya. Tidak banyak lagi pilihan yang saya miliki. Tidak banyak lagi jalan yang saya mengerti. Tidak banyak lagi hal yang ... entahlah ....
Masya Allah, sementara rahmat Allah begitu besar dan berlimpah. Namun mengapa saya harus merasa berputus asa seperti ini ? Karena sesungguhnya saya manusia biasa. Dan saya menyaksikan dan mencernanya dengan logika saya, bahwa memang itulah faktanya yang ada di hadapan saya saat ini. Saya tidak lagi punya banyak pilihan dan kesempatan. Saya telah menzalimi diri saya sendiri. Namun benarkah demikian ?
Alangkah bodohnya bila benar saya telah menzalimi diri saya sendiri ? Alangkah meruginya ! Tapi sungguh, demi Allah tak pernah sedikitpun saya berniat kufur atas rahmat Allah yang begitu luas dan berlimpah sepanjang hidup saya, dengan membiarkan saya menzalimi diri saya sendiri. Naudzubillahimindalik ....
Namun kenyataannya, saya sungguh terjebak dalam situasi itu. Situasi yang kesabaran pun rupanya menjadi keliru. Sesungguhnya, "Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu ..." Namun tampaknya bukan untuk hal yang satu ini. Bila ini saya lakukan terus, maka bisa jadi, saya akan menzalimi diri saya sendiri hingga akhir hayat saya, astaghfirullahalazdim ....
Sesungguhnya, kebodohan manusia tanpa disadari seringkali menyebabkan orang lain menanggung akibatnya. Maka berilmulah, wahai para pemimpin. Demi Allah berilmulah, sehingga keberadaanmu tidak menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain, karena kebodohan dan sedikitnya ilmumu.
Kelelahan itu, sungguh luar biasa menguras energi. Terengah-engah dengan kesabaran namun yakinkah manfaatnya lebih besar ataukan kemudharatan yang saya dapati ?
WHAT SHOULD I DO ?
Keimanan dan ketaqwaan adalah keniscayaan. Apapun itu perkaranya. Kembalilah ke titik nol. Berimanlah, bertaqwalah, bersabarlah, berserahlah. Namun hal apa yang patut disabarkan ? Hal mana yang harus ditinggalkan ?
Maka berhijrahlah, lillahita'ala karena Allah. Sungguh bersabar atas taqdir Allah itu sangat berat. Maka berserahlah, sepenuhnya, bersabarlah agar kau tidak gila, tidak hilang ingatan, tidak berputus asa, tidak kufur, tetap istiqomah beribadah, tetap kaffah, tetap qonaah, tetap tawadhu. Masya Allah ....
Maka "Mintalah pertolongan KepadaKu, karena sesungguhnya pertolonganKu sangat dekat, bahkan jauh lebih dekat dari urat nadimu ..."
No comments:
Post a Comment