Tuesday, 9 June 2015

SEKALI LAGI, MASALAH TAMPANG CULUN

Dalam rangka operasi lutut ini, maka Alhamdulillah banyak kawan datang berkunjung untuk besuk. Walaupun lelah ya, mesti berdiri seharian sejak pagi subuh sudah masak, gerak sana-sini, namanya juga terima tamu ya, open house, teman-teman yang datang banyak, tapi daku senang sekali. Lagipula kata dokternya waktu daku kabur dari rumah sakit untuk kuliah dan pulang pukul sebelas malam mpe tepar tingkat dewa, dokternya bilang, itu sudah therapy mandiri namanya. Jadi ya sudah, anggap saja ini sebagai therapy mandiri ....

KUNJUNGAN SAHABAT LAMA

Nah ... ini dia yang lucu .... Sekali lagi ya, namanya juga orang sakit, pasti tampangnya ya begitu itu (excuse banget ya), dekil sekali. Jadi ceritanya ada seorang sahabat di FB yang kami berteman cukup intensif. Rupanya dulu kami pernah satu SMA, tapi saya sudah lupa. Jadilah kita menyambung silaturahim kembali melalui jejaring sosial. Dan datanglah beliau berkunjung bersama istri dan seorang anaknya yang cantik jelita pujaan hati saya, Amira namanya.

Beliau berkunjung sejak pagi hingga bada ashar. Cukup lama ya, saya sungguh sangat menghargai kenyamanan beliau untuk berada di rumah saya seharian. Karena tidak semua orang bisa merasa nyaman berlama-lama di rumah orang lain kan ya ... ? Sementara beliau, sejak datang hingga saat makan siang memilih duduk di lantai terus. Makan pun ngariung bersama istrinya sepiring berdua. Dan kami menghabiskan waktu seharian bersama-sama sembari saya menemui tamu lain berganti2an. Alhamdulillah ....

"ITU MUKA PURE AMAT ?"

Selama para sahabat berkunjung, saya mengenakan gamis panjang warna dusty pink dan kerudung bergo pendek warna putih tulang. Pastinya, ya tidak dandan. Tapi sebelumnya saya sempat mematukan diri di cermin, sudah pantas belum ya tampang saya untuk nemuin tamu ? Saya pikir, cukup acceptable-lah (ukurannya apa, hahaha). Jadilah saya menemui tamu dengan penampakan yang seperti itu.

Seminggu berselang, saya kebetulan menghadiri pernikahan seorang saudara sepupu di mana saya bertugas sebagai penerima tamu. Maka setelah kuliah sejak pagi pukul 08:00 wib dan tiba di lokasi acara pukul 17:00 wib, tanpa mandi sore, saya pun dirias (karena mau mejeng). Saat dirias pun saya sudah minta rias yang seminimal mungkin, tanpa scot untuk menyiasati kelopak mata saya yang 'mongol' (sipit) banget,tanpa lipstick, dan tanpa didandani pakai kerudungnya. Jadilah saya memulas bibir dengan lip gloss punya ibu dan mengenakan kerudung model sederhana sendiri.

Nah ... kelar mejeng terima tamu, maka saya selfie - welfie dah, sama saudara-saudara. Hasilnya, seperti biasa, up load dunk di social media. Maksud hati saya mau nunjukkin, ternyata sipit mata saya itu asli sumpah ga nahanin ya ? Bukannya tidak bersyukur, tapi takjub aja, sesipit itu gitu loh .... Namun komentar yang didapat malah bukan matanya, tapi soal puja-puji yang intinya, penampakannya saya agak beres-lah ketimbang keseharian saya yang ternyata kalau menyimak komentar para sahabat itu, menyedihkan banget berarti dunk ya selama ini ? Termasuk, sahabat yang kemarin berkunjung. Beliau berkomentar pada wall FB saya, "Itu kemarin muka pure amat ya, apa karena sedang sakit ?" Hahahaha ... !!!!

Buset, ternyata sudah di rumah pun, tampang dekil saya ini memang bikin masalah ya ? Ibunda dan rekan kerja seorang karib juga sempat berkomentar hal yang sama, "Loh, ini Firlly kok mukanya mendingan ?" hahahahaha ... Masya Allah ... ampun Tuhaaan ....

MUKA IBU PUCAT

Asal tahu aja, menyoal muka saya yang dekil ini memang banyak ceritanya. Beberapa waktu lalu saat saya menutup periode mengajar mata kuliah manajemen humas selama satu semester di sebuah universitas swasta, saya meminta kepada lebih dari 50 mahasiswa saya untuk menyampaikan sedikitnya 5 kritikannya dalam selembar kertas perihal performansi saya selama ini saat mengajar.

Saya berharap para siswa saya akan memberikan masukan tentang materi atau metode saya dalam menyampaikan perkuliahan. Namun apa yang saya dapat ? Saat saya mengambil sampling 5 lembar hasil evaluasi (kritikan) mahasiswa terhadap saya dan saaya bacakan di depan kelas, yang saya dapati justru hal yang mengejutkan. Perihal penyampaian materi, mereka menghargai saya sebagai seorang yang menguasai materi dan sangat perfectionist (yes, I am). Tapi yang sangat mengejutkan, sebagian besar lembaran kritikan mereka adalah mengeluhkan penampakan saya yang tidak berdandan !!! Satu hal yang saya ingat dari catatan mereka adalah, "Ibu pucat saat di depan kelas karena tidak berdandan ..."

Buseeeeeett ...

GA SUKA DANDAN

Daku ga protes sih dikritik begitu, dan daku sampaikan bahwa kritikan mereka sangat konstruktif dan bermafaat bagi saya, karena faktanya saya memang tidak suka berdandan, sejak duluuuuuuuuu ... !!!

Jadi, sejak kecil, SD bila saya hendak pergi sekolah, sudah jalan kaki meninggalkan rumah, bisa loh, ibu saya panggil saya keras-keras suruh balik lagi ke kamar, dan meminta saya agar bedakan !!! Karena apa ? Katanya kalau tidak bedakan, muka saya meling-meling alias keeling banget karena hitaaaaaaam ... !!! Hicks ... !

Begitu pun saat 1997 saat saya operasi usus buntu, tepar di rumah sakit, ibu terus memaksa saya untuk dandan, bedakan selama diopname ! Gilingan ga tuuuh ... ?

Dan saya ogah banget bedakan sejak kecil itu, karena kalau bedakan pakai bedak ibu kan bau Wangi kan ya ... sayanya mabok. Ingat, saya ini tukang mabok sama wangi2an, sehingga sering bikin muntah. Maklum, orang kampung. Makanya, tiap kali naik mobi, semakin bagus dan mewah mobilnya, semakin mabok dan muntah2lah saya berkendara di dalamnya ....  :)

"LAMBEMU KOYO NTES MANGAN BAYI"

Saya pernah berdandan medio Januari 1996 - Juli 1998 saat pertama kali bekerja formal di sebuah perusahaan besar di kota Kudus. Saat itu, saya bekerja sebagai sekretaris Direktur Marketing dan berakhir sebagai sekretaris Vice President Director yang notabene adalah juga anak pemilik pabrik berpekerja lebih dari 8.000 orang.

Euforia orang pertama kali kerja, wajarlah agak berdandan alias pakai lipstick. Ditambah lagi saat itu, bos saya itu masih muda, masih 33 tahun, good looking, tongkrongannya BMW keren warna merah. Karenanya, saya merasa perlu menyesuaikan diri dengan keberadaannya yang rapi. Sebab kalau bosnya keren, sekretarisnya dekil kan kasihan ya. Lagipula saya satu2nya sekretaris yang sarjana, kalau saya tidak lebih baik kerja dan penampakannya dari 3 sekretaris direktur lainnya, dan 2 sekretaris dirut, kan gimana ?

Jadilah saya tampil dengan high heels, rok super pendek (masa jahiliyah, masih 22 tahun), dan lipstick colour stay Revlon warna maroon, pink, atau fucia yang saat itu hits banget ! Segitu chic-nya penampakannya saya saat itu, sampai2 seorang rekan kerja komentar, "Mba, kowe macak ngono suwe2 dipek bojo karo Pak Rendy ..." (Mbak, kamu berdandan begitu lama-lama dijadikan istri sama Pak Rendy - bos saya) hahahaha .... Sementara perihal lipstick saya yang cetar membahana itu, teman-teman saya di prepress selalu bilang, "Lambemu koyo ntes mangan bayi ..." (Bibirmu seperti habis makan bayi) Hahahahaha ... segitu merah ntah kaya apaan tahu ....  :p

Nah, sekali waktu bila saya menggunakan lipstick warna normal, seperti nude yang sedang hits saat ini, alias warna alami bibir, mereka akan bertanya, "Awakmu lara yo ? Kok pucet banget sih ?" (Kamu sakit ya, kok pucat amat sih ?) Hahahaha ... lucu yaaa ... ?

JARANG BANGET BELI LIPSTIK

Sejujurnya sejak dulu itu saya ya jarang banget beli perlengkapan make up. Saya hanya beli bedak dan pelembab dengan merek yang sama seperti yang digunakan tante saya. Saya menggunakan merek yang sama sejak tahun 1996 hingga 2008 - an, hampir 12 tahunan ! Sekarang saya menggunakan merek yang berbeda hingga saat ini.

Sejak semula saya juga tidak bernah membersihkan muka ! Saya baru tergerak membersikan muka setelah saya menginap di rumah seorang sahabat, teman kerja di Kudus, yang sangat tomboy, namun saat hendak berangkat tidur ternyata ia menyempatkan diri untuk membersihkan wajahnya. Saya sampai bengong dibuatnya. Lah yang lebih muda, lebih tomboy aja bersihkan muka, masa saya yang ga tomboy, ga bersihkan muka ? Maka sejak itulah saya mulai bersihkan muka dengan susu pembersih dan penyegar dan tidak berganti merek sejak 1996 hingga kini ....

Lipstik, aslinya juga jarang beli. Saya mengandalkan sampel pemberian adik saya yang kebetulan saat itu bekerja di perusahaan yang membuat casing alat-alat kecantikan, baik itu lipstick maupun bedak. Maka jadilah saya berdandan bermodalkan barang sampel (contoh) ga pernah beli.

Hingga saat ini, tiap kali akan pergi ke undangan, pasti saya akan bingung mencari-cari lipstick. Akhirnya, saya mampir ke mini market untuk beli ... lips gloss (lagi) dan bukan lipstick ! Hahaha, begitu deh kebiasaan hingga kini. Lebaran tahun lalu, saya minta ibu belikan saya lipstick 2 buah, karena segitu ogahnya saya beli berlengkapan dandaaaaaaaaannn ... Hohoho .. oh nooo .... !!! Hicks ....

Jadi ya gitu deh, sampai-sampai nih, dulu saat saya melintas berjalan kaki dari depan pabrik menuju ke ruang kerja saya, melewati ruang-ruang pabrik rotogravure, sejumlah buruh gaduh meneriaki saya, "Mbak ! Mbak tomboy ... !!!" Hicks ... segitunya ya saya kaya laki ... ?

KEKNYA HARUS MULAI MENEMPATKAN DIRI DEH

Keknya memang harus begitu kali yes ? Ga suka dandan sih hak azasi ya. Tapi plis agak lihat2 situasi. Jangan maksa banget ga dandan terus. Tapi muka digitu2in tuh rasanya ga enak banget. Apalagi sudah bertahun2 saya ga pernah lipstick-an lagi, bibir berasa monyong dan lengket kalau ada lipstick - nya.

Dibilang muka sakit terus jadi dekil, ga selalu juga sih ya. Seorang sahabat sempat komentari foto selfie saya saat opname di rumah sakit awal Mei lalu. Katanya, "Orang sakit kok mukanya sumringah ..." Yaaa ... kalau itu sih perkaranya lain. Lawong ben hari ketemu dokter gantengnya mana ampun bikin gelagepan ga bisa ngomong dan gagal pokus, ya muka daku sumringah teruslah selama di rumah sakit !

Asli, lututnya paska operasi ga seberapa sakit dibanding sakit di hati gegara nahan diri naksir dokternya tauk ... ?!?! Maaf ya dok, dirimu sungguh somfereeet ... Mbok ya kalau ganteng jangan jadi dokter ... ngumpet aja di rumah, timbang bikin pasien nambah sakitnya ...

Sejak insiden salah kostum selama berurusan dengan dokter yang bikin masalah akibat buruknya penampakan, saya pikir ini masalah sudah kelar. Asli, selama sepuluh hari di rumah sakit, saya hanya sehari pakai baju pasien. Selebihnya saya selalu berpakaian dan berkerudung rapi baik di kamar dan saat therapy. Saya pun tetap pakai daster panjang dan kerudung saat tidur. Tapi ternyata, di rumah juga harus gitu yeeesss ... ?

Yeileeeehh ... agak rempong yess jadi perempuan, dandan salah waktu dan tempat ga boleh. Membiasakan tidak dandan mpe dekil seperti daku juga sebaiknya ga juga. sebab menurut saya, dandan itu butuh extra effort, keknya maksa bgt, mau ada urusan aja harus pake pelembab, (kadang alas bedak juga), terus bedakan, lipstikan, blush on walu cuma simmer aja, pinsil alis, bla, bla, bla. Iiiihh ... ga banget !!!

Tapi ya sudahlah, yuk maree belajar dandan supaya penampakan agak termaafkan. Ga nyadar pa ya, muke item keeling gitu, jangan bikin polusi pemandangan nape ... ??? Hehehe ...  :p

No comments:

Post a Comment