Suatu kesempatan sebuah acara berkaiatan dengan studi dan profesi Public Relations (humas) beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang senior di meja registrasi. Beliau adalah salah seorang praktisi kehumasan yang cukup terpandang dan sangat senior. Dan sudah lama tidak berjumpa. Terakhir bertemu mungkin sekitar bulan maret 2015 saat beliau menikahkan putra - putrinya dan saya memenuhi undangan tersebut.
Pertama kali bertemu sekitar 11 - 12 tahun lalu, sekitar 2004 pada sebuah perhelatan Konvensi Kehumasan di Padang Sumatera Barat. Saya berjumpa kedua sahabat ini. Maka Alhamdulillah persahabatan ini berlanjut hingga kini, yang konteksnya tidak hanya sekedar sebagai rekanan seprofesi, tapi saya lebih menganggapnya sebagai orang tua saya.
Maka sekali waktu insiden itu terjadi. Sekitar tahun 2009 atau 2010 saat tanpa sengaja saya berinisyatif untuk membuat lompatan bagi profesi ini. Ternayat ide saya bersambut pada orang yang kebetulan tidak lagi berkolaborasi dengan sesama para senior ini. Maka bila ada dua, tiga, empat, sepuluh gajah berseteru, pelanduk mati di tengah-tengah, itulah saya.
Saya pun disemprot kanan - kiri. Sebagai seorang yang dewasa dan berprinsip ksatria, saya memohon maaf kepada semuanya. Padahal, asal dipikir salah saya apa ya ? Kan suka-suka saya ya menentukan sikap ikut yang mana ? Namun, tidak ada manfaatnya bila saya bersikap seperti itu, lebih baik saya meminta maaf kepada semuanya.
Saktinya, pada saat insiden itu terjadi, bersamaan dengan sebuah event humas internasional yang dihelat di Indonesia. Maka semua praktisi dan ilmuwan komunikasi pun berkumpul di sana. Dan saya pun ingin pula hadir di sana. Perkaranya saya harus sanggup pasang badan menghadapi para senior yang sangat marah kepada saya.
Maka satu-satunya harapan saya adalah seorang senior almamater saya yang merupakan salah satu dari pasangan sahabat yang luar biasa ini. Kedua sahabat ini sangat luar biasa, sudah seperti soul mate, begitu. Di mana pun acara kehumasan, mereka selalu ada dan berdua. Dengan kehadiran saya, maka saya selalu menjadi orang ketiga di antara mereka. Hahaha ! Tapi memanglah demikian. Saya begitu akrab dengan keduanya. Maka segera setelah saya hadir di lokasi di malam gala dinner itu, saya langsung terlibat pembicaraan intensif dengan senior saya itu untuk klarifikasi hal yang selama ini hanya mampu dilakukan melalui telepon,
Maka clear-lah masalahnya. Perkaranya, bagaimana saya bisa men-clear-kan persoalan dengan pasangan sahabat yang satu lagi, yang nota bene saat itu tengah in charge sebagai chief organsisasi profesi yang saya ikuti itu. Maka wajarlah bila beliau tersinggung dan tidak berkenan dengan sikap saya, walaupun maksud saya baik. Sementara sejak hadir di lokasi malam itu, wajahnya begitu keras dan ditekuk luar biasa. Dan saya ingat betul, sang sahabat yang satu, yang jadi senior dan satu almamater dengan saya sempat berucap, "Kalau dia tidak mau maafkan juga, saya gampar nanti ... " (kurang lebih begitulah) Waduuuh ... ? Namun asli, sejak kejadian malam itu, keesokannya selama acara tersebut dihelat 3 hari berturut-turut, kami sudah kembali akur, akrab seperti semula, bahkan lebih akrab lagi hingga kini. Subhanallah, Alhamdulillah ....
Saya sungguh tidak akan pernah melupakan budi baik senior saya yang satu ini, yang kini tengah sakit, terbaring sudah berbulan2. Karena pertolongannya, tali silaturahim di antara kami senantiasa terjaga hingga kini, bahkan semakin erat lagi. Semoga selalu Allah merahmati beliau dan menaikkan derajatnya karena kesabarannya mengghadapi sakitnya ....
Maka pada pertemuan singkat di meja pendaftaran itu, sahabat yang kini tersendiri itu, menyapa saya dengan sopan seperti biasa. Katanya, "Gimana, jadi resign dan tinggal di rumah ? Hebat kamu ya ... ?" sambil mempok2 sebelah pipi saya, seperti seorang ayah kepada anaknya. Saya tertegun. Kenapa saya begitu sering di-pok2 ya? Terakhir saat saya sudah tergeletak di meja operasi, dokter ganteng saya pun menunjukkan bahasa tubuhnya yang sama, dengan mem-pok2 kaki saya, saat beliau memutuskan untuk general anastesi bagi saya .... Sesungguhnya di-pok2 itu memang menenangkan loh, nyaman, tenang dan damai di - pok2 itu .... :)
Kami memang tergolong intens berkomunikasi untuk ukuran berkomunikasi melalui social media. Begitulah, hingga beliau mengetahui persis keinginan saya untuk berdiam di rumah dan tidak lagi bekerja, yang memang tidak wajib bagi saya sebagai seorang muslimah, sebagaimana diatur dalam syariat.
Demikianlah, perjalanan hidup memang seringkali episodenya berganti begitu ekstrim dan mengejutkan. Namun sesungguhnya ada banyak hikmah yang dapat dipetik seandainya manusia mau berpikir. Allah tidak akan menyusahkan umatnya, Allah hanya menghendaki kemudahan bagi kita ....
No comments:
Post a Comment